Selasa, 31 Januari 2012

Batu Asmara

     "cuih, ngaca dong. emang kamu siapa berani naksir aku?" kata Yuni anak pak Lurah
     "kita temenan aja ya?" kata Santy, satu-satunya wanita yang agak akrab dengan Wijad
     "maaf ya Aku sudah punya pacar" jawab Eva saat Wijad mengutarakan cinta padahal sudah lama Eva tidak punya pacar.
     "maaf ya aku belum berpikir untuk pacaran"  kata Dewi tapi seminggu kemudian menerima cinta lelaki lain.
     "kamu lelaki yang baik. kamu pantas mendapatkan gadis yang lebih baik dari aku."  kata Windi, padahal di hatinya berkata lebih baik jomblo dari pada punya pacar seperti Wijad.
     Wijad mendesah panjang. terbayang semua ucapan dari gadis-gadis yang pernah ia mengutarakan cinta padanya. usianya kini 30 tahun. dalam usia setua ini belum pernah sekalipun ia pacaran. bagaimana mau pacaran kalau semua gadis yang pernah ia sukai menolak cintanya. padahal Wijad ingin sekali segera berumah tangga. punya istri yang menemani hari-harinya, yang mencucikan bajunya, yang memasakan makanannya, yang menemani tidurnya. tapi jangankan istri, baru tahap pacarannpun tak ada yang mau.
     Wijad suka ngiri luar biasa saat satu persatu teman-temannya bercerita pengalaman mereka bercumbu dengan pacar, bahkan ada yang pernah tidur bareng dengan pacarnya.
Wijad kembali mendesah. yang paling menyakitkan penolakan cinta Yuni, anak pak Lurah. dia bukan hanya menolak cintanya tapi juga melecehkan harga dirinya, mempermalukan Wijad di depan teman-teman Yuni. entah berapa kali Wijad mendengar cerita teman-temannya kalau Yuni sering berkata pada teman-temannya; "eh masa si Wijad bilang cinta ke aku, ngga ngaca banget. udah jelek, miskin tapi seleranya tinggi." dan semua teman-teman Yuni tertawa.
     Wijad putus asa. ia merasa terhina. ia tak lagi punya muka walau sekedar berkumpul dengan teman-teman lelakinya.
Wijad ingin sekali mengadu tapi bukan lagi pada Tuhan seperti yang selama ini ia lakukan. karena Tuhanlah yang telah menciptakan wajahnya dengan rupa yang jelek menurut selera wanita, yang membuat ia tak pernah merasakan cinta seorang wanita. ia ingin mengadu pada sesuatu, sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa dan bagaimana bentuknya dan di sebuah goa, di dalam sebuah hutan yang cukup lebat, Wijad menyendiri...
                                                                 *
     "Jad, di cari Yuni tuh" ucap seorang  lelaki berambut gondrong pada Wijad yang sedang memegang kartu.
     "bilang aja aku tidak ada atau bilang tidak mau di ganggu." jawab Wijad acuh.
     "ku bilang kamu tidak ada, dia tidak percaya. ku bilang kamu tidak mau di ganggu, dia maksa ketemu. udahlah kamu temui aja, pusing aku ngadepinnya." ucap pemuda berambut gondrong itu lagi.
dengan kesal Wijad membanting kartunya di meja lalu melangkah keluar. melihat tingkah Wijad, pemuda berambut gondrong itu geleng-geleng kepala.
     "aneh ya, gadis secantik Yuni kok bisa-bisanya ngejar-ngejar Wijad,seperti sudah ngga ada cowok lain."
     "punya ilmu pelet kale." jawab salah satu pemuda yang sedang memegang kartu itu asal yang kemudian di ikuti tawa teman-temannya.
     Di rumah rumahnya yang sederhana Wijad tersenyum puas. ia sudah menikmati cinta dan tubuh Yuni, kini malah Yuni yang mengejar-ngejar dirinya.
di pandanginya sebuah batu berwarna hitam pekat di tangannya. waktu menyepi di goa dan puasa pati geni, ada seorang entah siapa dan entah datang dari arah mana,memberinya batu itu. kata si pemberi, ia cukup menyebut nama si gadis yang ia inginkan lalu meniup batu itu maka si gadis akan tergila-gila padanya.
ternyata apa yang di katakan orang itu benar. Yuni buktinya. bagaimana dulu ia menganggap Wijad begitu hina kini malah dia yang mengejar-ngejar cinta Wijad.
     Tak terasa lima bulan sudah Wijad berkelana dari satu cinta ke cinta lainnya. dari satu pelukan wanita ke pelukan wanita lainnya. sudah tak terhitung lagi berapa wanita yang sudah ia pacari, bahkan ia tiduri dan ternyata segala kenikmatan apapun di dunia jika terlalu sering di nikmati malah tidak mendatangkan kenikmatan lagi. makan ayam bakar itu enak tapi kalau setiap hari makan ayam bakar jadi bosan juga. tamasya ke tempat-tempat yang indah itu menyenangkan tapi kalau setiap hari di datangi akan timbul jenuh juga. begitu juga yang Wijad rasakan. saat titik jenuh mulai datang, punya pacar gadis yang cantik tidak lagi mendatangkan kebanggaan. bercumbu dengan mereka bukan lagi hal yang istimewa yang bisa mendatangkan bahagia.
     betapa kini ia menyadari, jimat yang ia dapatkan bukanlah solusi yang ia cari. jimat itu tidak membawanya pada kebahagiaan hakiki. kalaupun dengan jimat batu hitam mengkilap itu ia bisa mendapatkan istri akan sampai kapan kebahagiaan itu bertahan? pada ahirnya cuma ada dua kemungkinan, ia yang tergoda pada wanita lain lagi karena mendapatkannya semudah menjentikan jari atau jimat itu suatu saat akan hilang dan wanita yang menjadi istrinya sadar kalau ia menikah karena pengaruh pengasihan bukan karena cinta yang sebenarnya dan ujungnya perceraian juga.
     Wijad menatap batu hitam mengkilap di tangannya sekali lagi lalu dengan penuh kemantapan di buangnya batu itu kedalam sumur tua. ia ingin menjalani hidup tanpa kepalsuan. kalaupun kelak ia menikah dengan seorang gadis, ia ingin gadis itu menikah dengannya karena benar-benar cinta bukan karena pengaruh batu asmara.
                                                                         ***
keterangan penulis.
cerpen ini saya buat berdasarkan kisah nyata seorang pemuda di sebuah majalah.
menurut saya yang datang memberi jimat pada si pemuda saat bertapa di goa adalah setan. sekilas terlihat tujuan setan adalah menolong si pemuda padahal tujuan yang sebenarnya untuk menjerumuskan si pemuda. terbukti dengan jimat itu si pemuda terperosok dalam lembah perzinahan. karena jimat itu juga si pemuda terlah merusak masa depan puluhan gadis dengan menodainya.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda