Rabu, 09 September 2015

DALIL-DALIL SYAR'I ADANYA KESURUPAN DAN CARA PENGOBATANNYA

Dalil-dalil Syar’i adanya kesurupan (Al Qur’an) dan bagaimana pandangan 4 Mazhab الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ "Orang-orang yang makan (mengambil) riba [174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al Baqarah (2): 275) [174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. [176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan. Imam Qurthubi berkata; “Ayat ini menjadi dalil tidak diterimanya pendapat dan anggapan orang yang mengingkari realita kesurupan jin serta mengatakan bahwa itu hanyalah sifat dasar manusia saja. Dan bahwa setan tidak dapat merasuk pada diri manusia serta tidak bisa mengakibatkan gangguan (kesurupan)”. (Tafsir Al Qurthubi: 3/355) Dalam menafsirkan ayat ini, Imam At Thabari mengatakan; “Basyar bercerita kepada saya, ‘Yazid menceritakan dari Said yang menceritakan dari Qatadah, dia berkata, ‘Riba di masa jahiliyah adalah transaksi jual beli dengan menunda pembayaran sampai masa tertentu.’ Jika masa yang telah ditentukan tiba, tetapi pengutang belum mampu membayarnya, maka si pemberi utang akan menunda pembayaran namun dengan menambah nominal harganya. Maka, Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) Berfirman kepada orang-orang yang menyuburkan praktek riba yang telah kita terangkan ciri-cirinya di dunia, bahwa di hari kimat kelak mereka akan dibangkitkan dari kubur seperti berdirinya orang yang kesurupan setan. Maksudnya, mereka akan dirasuki setan di dunia ini dan dibuat seperti orang gila” (Tafsir At Thabari: 3/101) Al Hafizh Ibnu Katsir berkata ketika menafsiri Al Baqarah: 275; “Mereka akan berdiri seperti berdirinya seorang yang berpenyakit ayan ketika sedang kambuh, lalu setan akan mempermainkannya. Hal demikian itu karena mereka melakukan suatu kemungkaran.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/326) Imam Al Alusi berkata; “Sesungguhnya orang-orang yang memakan (mengambil) harta riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan karena tekanan penyakit gila di dunia ini. Lafal “At Tatkhabbuttu” (kesurupan) adalah suatu bentuk tindakan yang puncaknya adalah memukul dengan tangan terus menerus ke segala arah. Maksud Firman Allah SWT “minalmassi” (lantaran gangguan) adalah kegilaan. Jika ada yang berkata “Mussarrajulu” (seseorang terganggu), menurut orang Arab berarti dia tertimpa penyakit gila karena kesurupan jin. Sedangkan makna aslinya adalah menyentuh dengan tangan. Disebut demikian, karena setan terkadang menyentuh manusia, sehingga kelenjar-kelenjarnya rusak dan akhirnya tertimpa kegilaan.” (Alamul Jinni fi Dhau’il Qur’an was Sunnah: Hal 263) RUQYAH Menurut ulama, ruqyah islami (syar'i) harus memenuhi 3 (tiga) syarat: 1. Bacaan yang dibaca berasal dari Al-Quran atau dari hadits. 2. Harus memakai bahasa Arab, kecuali bagi yang tidak bisa. 3. Harus meyakini bahwa ruqyah tidak ada pengaruhnya tanpa kuasa Allah. Ruqyah adalah bacaan-bacaan yang diambil dari Al-Quran atau hadits yang digunakan untuk tujuan pengobatan, perlindungan diri dari gangguan jin dan setan serta untuk mencapai apa yang diinginkan baik perkara dunia atau akhirat. Ruqyah berfungsi sebagai tawassul (perantara) untuk meminta sesuatu kepada Allah. DALIL DASAR RUQYAH Adapun dasar bolehnya Al-Quran untuk tawassul meminta sesuatu atau meminta kesembuhan penyakit sebagai berikut: 1. Hadits sahih riwayat Ahmad dari Imron bin Hushain, Nabi bersabda: Artinya: Bacalah Al-Quran dan bertawassul-lah pada Allah dengan bacaan tersebut sebelum suatu kaum datang membaca Al Quran dan meminta pada manusia. Maksudnya: boleh bertawassul kepada Allah dengan perantaraan baca Al-Quran, tidak boleh kepada sesama makhluk. 2. Hadits sahih riwayat Tirmidzi dari Imran bin Hushain Nabi bersabda: Artinya: Barangsiapa membaca Quran, maka mintalah pada Allah dengan bacaan tersebut. Akan datang beberapa kaum yang membaca Al-Quran kemudian meminta pada manusia dengan bacaannya itu. Al-Mubarakpuri dalam kitab Tuhfadzul Ahwadzi menafsiri hadits di atas sebagai berikut: Artinya: Dengan bacaan Quran-nya itu seseorang hendaknya meminta pada Allah apapun yang dia mau baik perkara dunia atau akhirat. 3. QS Al-Isra' 17:82 Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. 4. Hadits sahih riwayat Ibnu Hibban dari Aisyah Artinya: Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah suatu hari masuk ke rumahnya di mana seorang perempuan sedang mengoabati atau memberinya jampi-jampi (ruqyah). Nabi bersabda: "Obati dia dengan Al Quran." 5. Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Adabisy Syar'iyah menceritakan tentang kisah Shalih bin Ahmad putra Imam Ahmad bin Hanbal demikian: Arti kesimpulan: Suatu saat ketika saya sakit, ayah saya--yaitu Ahmad bin Hanbali, pendiri madzhab Hanbali--mengambil sewadah air kemudian membaca ayat Al-Quran di atas wadah itu dan berkata pada saya: "Minumlah dan basuhlah wajah dan kedua tanganmu. Menurut Abdullah, dia pernah melihat ayahnya --yaitu Ahmad bin Hanbal-- mengambil air memohon perlindungan pada Allah kemudian membaca Al-Quran, kemudian meminum air itu dan mengalirkan air itu pad` dirinya. 6. Hadits sahih riwayat Muslim: Artinya: Ruqyah itu boleh asal tidak mengandung syirik. HUKUM RUQYAH Ulama sepakat atas bolehnya ruqyah islami (yang sesuai syariah) yang sesuai dengan ketentuan di atas berdasarkan dalil-dalil yang sudah dipaparkan di muka. BACAAN RUQYAH Beberapa bacaan ruqyah dan manfaatnya yang berasal tuntunan Nabi Muhammad antara lain sebagai berikut: 1. Surat Al-Fatihah untuk penyembuhan orang sakit. 2. Berdasar hadits riwayat Bukhari, untuk menyembuhkan orang sakit, baca bacaan berikut: Jika ada keluhan sakit di salah satu badannya, letakkan tangan si sakit pada tempat yang sakit dan baca: Bismillah 3x kemudian baca bacaan berikut 7x (berdasar hadits riwayat Muslim): Ruqyah dapat mengobati gangguan jin atau sihir dan penyakit fisik biasa. 3. Bacaan yang dapat melindungi seseorang dari sihir dan berbagai gangguan lain adalah: - Ayat Kursi, Surat Al-Ikhlas, Surat An-Nas, Surat Al-Falaq -> baca setiap selesai shalat 5 waktu dan menjelang akan tidur. - 2 ayat terakhir dari surat Al-Baqarah yaitu ayat 285 dan ayat 286 dibaca setiap malam. ِ JIMAT (TAMIMAH) Ulama sepakat atas bolehnya ruqyah syar'iyah (islami). Tidak demikian halnya dengan jimat (tamimah). Tidak sedikit yang menghramkannya, terutama ulama Wahabi. Madzhab Hanafi membagi jimat menjadi dua yaitu tamimah dan ma'adzah. Tamimah adalah jimat jahiliyah sedang ma'adzah adalah jimat yang berisi ayat Al-Quran, nama-nama Allah, dll. DEFINISI JIMAT (TAMIMAH) Jimat (Arab, tamimah تميمة) dalam tradisi Arab jahiliyah adalah sesuatu yang digantungkan pada leher anak yang berupa manik-manik, tulang belulang, dll yang bertujua untuk tolak bala Apabila jimat itu berupa ayat suci Al-Quran, maka terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama. Antara yang mengharamkan dan yang menghalalkan. Menurut madzhab Hanafi, jimat yang berisi ayat Al-Quran disebut ma'adzah. DALIL JIMAT (TAMIMAH) Dalil yang mengharamkan jimat (tamimah): 1. Hadits riwayat Ahmad Artinya: Barangsiapa yang menggantung/memakai jimat maka dia telah berbuat syirik 2. Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim: Arthnya: Sesungguhnya ruqyah (yang berisi doa terhadap selain Allah), jimat, dan pelet pengasih adalah syirik. HUKUM JIMAT (TAMIMAH) Seperti disinggung di muka, ada dua macam jimat. Yaitu jimat jahiliyah dan jimat syar'iyah. Jimat jahiliyah sudah jelas keharamannya secara mutlak. Perbedaan pendapat terjadi apda jimat syar'iyah atau jimat yang berisi ayat Quran, bacaan dzikir atau doa-doa. Adapun jimat yang berisi ayat-ayat Al-Quran, atau dzikir atau doa-doa dan digantung di leher, maka ulama berbeda pendapat. Pendapat yang mengharamkan jimat--walaupun berisi ayat Al-Quran-- antara lain kalangan ulama Wahabi yang mengikuti pendapat Ibnu Arabi dalam kitab Aridhah Al-Ahwadzi. Sedangkan mayoritas ulama (jumhur) termasuk madzhab yang empat yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hanbali membolehkannya. Baik jimat itu digantung di leher atau tidak dipakai. Sedang sebagian lagi, termasuk Ibnu Mas'ud, memakruhkannya. Beberapa dalil pandangan ulama sebagai berikut: 1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam kitab Al-Maghrib mengatakan: Artinya: Al-Qutbi mengatakan bahwa ma'adzat (pengobatan) adalah tamimah (jimat jahiliyah). Padahal bukan. Karena tamimah itu dibuat dari manik. Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di dalamnya adalah Al-Quran atau nama-nama Allah. 2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam At-Tamhid XVI/171 menyatakan: Artinya: Malik berkata: Boleh menggantungkan kitab yang mengandung nama-nama Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk (mendapat berkah) asal menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah bala/penyakit. Ini sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka boleh melakukan ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher. 3. Madzhab Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk Syarhul Muhadzab IX/77 menyatakan: Artinya: Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sanad yang sahih dari Said bin Musayyab bahwa Said memerintahkan untuk menggantungkan Quran dan mengatakan "Tidak apa-apa". Baihaqi berkata: Ini semua kembali pada apa yang kita katakan: Bahwasanya apabila ruqyah (pengobatan) dilakukan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau dengan cara jahiliyah maka tidak boleh. Apabila ruqyah dilakukan dengan memakai Al-Quran atau dengan sesuatu yang dikenal seperti dzikir pada Allah dengan mengharap berkahnya dzikir dan berkeyakinan bahwa penyembuhan berasal dari Allah maka tidak apa-apa. 4. Madzhab Hanbali (madzhab fiqh-nya kalangan Wahabi) berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan: Artinya: Dalam kitab Adabur Ri'ayah dikatakan: Hukumnya makruh menggantungkan tamimah dan semacamnya. Dan boleh menggantungkan/memakai kalung yang berisi ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga pengobatan. Juga boleh menulis ayat Quran dan dzikir dengan bahasa Arab dan digantungkan di leher yang sakit atau wanita hamil. Dan (boleh dengan) diletakkan di wadah berisi air kemudian airnya diminum dan dibuat pengobatan (ruqyah) dengan sesuatu yang berasalah dari Al Qur’an, dzikir atau

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda