Selasa, 24 Januari 2012

Perang Dukun

     Pemilihan kepala desa yang baru masih satu bulan lagi tapi ketegangan sudah sangat terasa di desa kalimati, sebuah desa kecil di kabupaten Brebes.
penduduk sudah terbagi menjadi dua blok. pendukung Karyadi dan pendukung Muslihun. tapi ada juga beberapa penduduk yang memilih netral.
     pendukung kedua calonpun terbagi jadi dua kelompok. pertama pendukung fanatik,yang akan berjuang sekuat tenaga agar calonnya jadi kepala desa. kedua, pendukung yang tidak fanatik. pendukung seperti ini hanya memanfaatkan  keuntungan materi semata. sudah jadi kebiasaan menjelang pemilihan kepala desa masing-masing calon akan royal pada para pendukungnya, memberi rokok tiap hari , makan, medang (istilah di desa untuk makan cemilan sambil minum teh manis) tiap malam, juga amplop pada hari pencoblosan.
     sementara kedua calon sendiri sama sibuknya. dari meraup sebanyak mungkin pendukung sampai berburu dukun-dukun yang hebat. dan seperti benar-benar dalam perang, mereka punya mata-mata atau agen yang menyamar jadi pendukung lawan, tujuannya apalagi kalau bukan mencari informasi tindak tanduk lawan.
     malam datang tak bersama bulan dan bintang. angin menggerakan dahan dan ranting-ranting pohon bak tarian setan. di sebuah rumah yang masih sangat sederhana berdinding kayu dan beralas semen, Karyadi duduk terpekur. di depannya seorang lelaki tua duduk dengan penuh percaya diri.
     "mbah, gawat mbah. saingan saya sekarang sudah memiliki batu mirah delima. kalau mbah tidak memberi saya pegangan lagi, saya bisa kalah. mbah tahu sendiri aura batu mirah delima membuat pemiliknya berwibawa."
lelaki dengan pakain hitam-hitam itu hanya tersenyum.
     "kamu juga sudah memakai cincin sulaiman madu. cincin itu juga untuk kewibawaan. auranya sama kuat dengan mirah delima."
     "saya minta yang lain  lagi mbah, biar lebih kuat." ucap karyadi dan ketika melihat lelaki di depannya tidak bereaksi apapun, buru-buru Karyadi menambahkan kalimat; "saya sudah siapkan maharnya mbah." barulah lelaki berpakaian serba hitam itu menyeringai puas.
lelaki itu bangun, melangkah menuju ruangan yang tertutup horden. tak lama kemudian dia sudah duduk kembali di depan Karyadi. di tangannya menggenggam sesuatu.
     "ini wesi kuning, terimalah. selain untuk kewibawaan, jimat wesi kuning juga berfungsi untuk perlindungan dari serangan santet dan sejenisnya."
Karyadi menerima wesi kuning dengan penuh takzim, lebih takzim di banding saat menerima Al qur'an dari ibunya waktu menyuruhnya mengaji di mushola.
di amatinya benda itu dengan penuh kekaguman seperti anak desa yang terpesona pada mainan mahal dan canggih milik anak kota. mulutnya berdecak kagum tiada henti, matanya berbinar penuh kebahagiaan.
     "terimakasih mbah....terimakasih mbah...." ucap Karyadi berulang-ulang dan lelaki di depannya mendehem mengingatkan. ketika Karyadi tidak juga mengerti lelaki itu kembali mendehem. barulah pada deheman ke tiga Karyadi tersentak. buru-buru di ambilnya bungkusan tebal dalam tas yang ia bawa.
     "ini lima juta mbah. tidak kurang. boleh mbah hitung dulu." ucap Karyadi namun sesaat kemudian kembali mengusap-usap sambil mengamati dengan penuh kekaguman pada benda di tangannya. lima juta itu adalah hasil menjual sawahnya.
                                                                     

     Saat hari pencoblosan makin dekat, suasana kedua kubu makin tegang. mata-mata dari ke dua calon makin sering memberi laporan. seperti siang itu setelah makan bersama dengan kader-kader utama, Muslihun mendengarkan laporan mata-matanya.
     "ada kabar buruk bos. Karyadi sudah punya pegangan baru."
     "dia cuma punya cincin batu sulaiman madu dan wesi kuningkan?"  potong Muslihun cepat.
     "tidak bos. sekarang dia punya rompi brojomusti dan keris nogososro."
Muslihun tersentak. sungguh tak dapat di percaya saingannya bisa memiliki jimat yang paling di cari orang.
     "dari mana dia dapat jimat itu?" tanya Muslihun heran
     "dari Banten bos."
     "rupanya dia sudah main orang luar." gumam Muslihun lirih.
     "baik nanti malam kita ke Banten."
                                                                    ***
Musihun di temani dua kader setianya duduk terpekur, di depannya seorang lelaki tua dengan pakaian jubah putih duduk bersila. dari penampilannya lelaki itu seperti habib atau ulama dari Arab.
     "jadi apa yang kalian minta?" tanya lelaki itu penuh wibawa.
     "saingan kami sudah punya pegangan cincin sulaiman madu, wesi kuning, rompi brojomusti dan keris nogososro. kami ingin jimat yang lebih dari itu Syekh."
lelaki berjubah itu mengangguk-angguk.
     "saya punya batu tembak, klenting mungil, cemeti sakti, pedang sayidina Ali....kalau masih belum cukup,akan saya ijazahkan ajian jala sukma."
     "ajian jala sukma itu apa Syekh?"
     "ajian jala sukma adalah ajian untuk mempengaruhi jiwa orang lain. kita kita melempar ajian itu maka orang-orang akan segan dan patuh tanpa mereka tahu alasannya. tapi mahar ajian ini sepuluh juta. sedang jimat-jimat tadi enam juta perjimat."
     "saya ingin memiliki semuanya Syekh." ucap Muslihun yakin. di ambilnya bungkusan hitam berisi uang dari tasnya. setelah menghitung sebentar, di serahkannya uang itu pada sang Syekh. itu adalah uang pinjaman dari bank dengan jaminan rumahnya.
  

     tibalah hari pencoblosan yang di tunggu-tunggu. atas petunjuk dukunnya Karyadi melarang pendukungnya memakai alas kaki seperti sepatu dan sandal saat menuju tempat pencoblosan.kata sang dukun dengan kaki langsung menginjak tanah maka pengaruh ajian jala sukma yang di lepas Muslihun tidak akan berpengaruh. sementara dukun dari kubu Muslihun memerintahkah pendukung Muslihun meminum air putih yang telah di rendam dengan batu mirah delima. tujuannya agar pendukungnya tidak terpengaruh aura keris nogo sosro yang akan membuat mereka kagum dan kemudian memilih Karyadi.
     saat penghitungan suara adalah puncak dari ketegangan itu, lebih-lebih pada kedua calon. wajah-wajah keduanya tegang. keringat dingin terus mengalir walau telah beberapa kali di usap dengan sapu tangan. dan ketika Muslihun terpilih sebagai pemenang, Karyadi limbung. ia shock,antara malu,kecewa dan putus asa bercampur jadi satu. sudah begitu banyak modal yang ia keluarkan terutama untuk membayar mahar dari jimat-jimat yang ia miliki, ternyata tetap saja kalah.
     sementara kubu Muslihun bersorak-sorak kegirangan. Muslihun di arak dan di eluk-elukan sepanjang jalan. ia menerima ucapan selamat dari pendukungnya dengan penuh kebahagiaan. ia tak perduli walau pengasilannya sebagai kepala desa tak akan mampu membuat modalnya kembali. sementara di tempat lain dukun dari kedua kubu tersenyum. merekalah pemenang sesungguhnya!


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda