Kamis, 29 Maret 2012

ORANG SAKTI

     Latifah memandangi anaknya dengan perasaan iba. anak itu terlahir tanpa kasih sayang bapaknya. bapaknya meninggal saat ia dalam kandungan. kini anak yang baru berumur  tiga tahun itu mengidap penyakit yang Latifah sendiri tidak tahu apa namanya.
     dari bulan ke bulan kepala anak itu terus membesar, melebihi ukuran normal. selama ini Latifah hanya memeriksakan anaknya ke puskesmas atau bidan desa tapi baik puskesmas atau bidan desa malah menyuruh membawa anaknya ke rumah sakit. Latifah bukan tidak mau membawa anaknya ke rumah sakit, apapun siap dia lakukan untuk kesembuhan anaknya tapi ke rumah sakitkan butuh biaya yang tidak sedikit. sebagai janda yang sehari-hari hanya bekerja sebagai buruh cuci, untuk kebutuhan sehari-hari saja masih susah, dari mana untuk biaya rumah sakit yang pasti butuh biaya besar?
     tapi suatu hari datang seorang aparat desa yang membawa kabar gembira.
     "jadi begitu bu, dengan surat keterangan miskin dari kecamatan dan surat jamkesmas, anak ibu bisa di obati di rumah sakit secara cuma-cuma" ucap lebe Hasim di suatu sore saat berkunjung ke rumah latifah.
     "tapi bagaimana cara mendapatkan surat-surat itu? saya ini orang bodoh, tidak tahu cara mengurus yang begituan"
lebe Hasim tersenyum. di tatapnya wajah latifah yang bingung. wajah itu masih memperlihatkan tanda-tanda kecantikan. sebenarnya sudah puluhan laki-laki yang datang hendak melamar, bukan cuma duda, yang bujanganpun banyak tapi entah kenapa tak ada satupun yang ia terima.
     "biar saya yang mengurusnya tapi...ya ibu sekedar ngasih uang bensin saja" jawab lebe Hasim sambil tersenyum. senyum khas birokrat yang lagi nyari obyekan.
     "berapa pak lebe?"
     "lima puluh ribu bu"
     "tapi bener bisa berobat ke rumah sakit gratis?" tanya Latifah ragu
     "ya kalau surat-suratnya sudah lengkap gratis tapi datangnya ke rumah sakit pemerintah ya"
     "alhamdulillah" ucap Latifah penuh rasa sukur. ahirnya ada harapan juga untuk kesembuhan anaknya. tanpa perlu berpikir lama lagi di ambilnya uang lima puluh ribu, hasil tabungannya berbulan-bulan.
                                                                          ***

     Berbekal surat miskin dari kecamatan dan surat jamkesmas, Latifah membawa anaknya ke rumah sakit. terpaksa untuk ongkos pergi ke rumah sakit dia harus meminjam dari tetangga.
     di ruang pendaftaran suster yang sedang bertugas memandang Latifah dan anaknya dari ujung rambut sampai ujung kaki, seperti sedang menilai harga barang loak yang sedang di jual.
     "saya mau mengobati anak saya. ini saya bawa surat keterangan miskin dan jamkesmas"
suster itu hanya sekilas memandang surat-surat yang di tunjukan Latifah lalu mata angkuhnya kembali menatap wajah latifah dengan pandangan merendahkan.
     "maaf bu sudah tidak ada ruangan kosong"
     "katanya kalau bawa surat-surat ini bisa gratis?" ucap Latifah dengan lugunya. si suster cuma tersenyum sinis.
     "tidak ada ruangan yang kosong bu"
     "terus gimana ini mbak?"
si suster cuma angkat bahu.
     "jadi anak saya tidak bisa di obati di rumah sakit ini?" tanya Latifah masih penasaran
     "ya tidak bisa karena tidak ada ruangan yang kosong" jawab suster dengan ketus
dengan langkah gontai di tinggalkannya rumah sakit itu. sebelum keluar pintu gerbang rumah sakit, Latifah masih sempat melihat sebuah mobil sedan memasuki halaman rumah sakit. tanpa di tanya atau di data apapun oleh petugas piket, petugas-petugas rumah sakit menangani pasien itu dengan cekatan. Latifah mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menghilangkan rasa nyeri di dada melihat begitu sigapnya mereka melayani pasien orang kaya. andai tahu akan begini jadinya tak akan mau ia mengurus surat-surat itu. uang lima puluh ribu bisa untuk makan seminggu dengan anaknya. kini uang lima puluh ribu hilang, anaknya tak bisa di rawat di rumah sakit dan malah ia punya hutang yang ia pake untuk transport ke rumah sakit.
     seiring waktu yang berjalan kepala anak Latifah makin membesar tidak serasi lagi dengan tubuhnya. Latifah sangat sedih. anak itu adalah buah cintanya dengan almarhum suaminya. selama ini anak itulah yang menemani hari-harinya. yang menghiburnya di kala sedih. yang memompa semangatnya di kala putus asa oleh derita yang tiada henti menimpa tapi tak ada lagi yang bisa ia lakukan. satu dua orang pinter, tabib atau dukun pernah di panggil namun tak ada perubahan apapun pada anaknya. kepalanya tetap membesar seiring waktu yang berjalan.
     di suatu siang, setelah menyelesaikan pekerjaannya mencuci pakaian sebuah keluarga, Latifah pulang sambil melamun. siang dan malam dia memang selalu memikirkan keadaan anaknya.
     DUG. tubuhnya menabrak seseorang.
     "maaf...maaf" ucap Latifah berkali-kali tapi lelaki di depannya malah tersenyum
     "tidak apa-apa bu. sepertinya ibu sedang punya masalah? maaf lho bu, bukannya saya ingin tahu urusan orang lain" jawab lelaki itu
     "tidak pak. saya tidak sedang memikirkan apa-apa" elak Latifah. lelaki itu tersenyum.
     "orang-orang di daerah saya menganggap saya ini orang sakti. mungkin karena saya bisa mengetahui hati dan pikiran orang lain jadi ibu tidak usah berpura-pura" ucap lelaki itu lembut. mendengar pengakuan orang itu kalau dia orang sakti, ada secercah harapan di hati Latifah. ya siapa tahu orang ini bisa mengobati anaknya.
     "benarkan ibu sedang ada masalah dan sepertinya sudah lama ibu menanggung masalah itu?"
mendapat pertanyaan seperti itu membuat latifah makin yakin kalau orang di depannya benar-benar sakti.
     "benar pak. sudah lama anak saya sakit" ucap latifah ahirnya
     "sakitnya apa bu?"
     "kepala anak saya terus membesar"
     "oh ya kenalkan dulu, nama saya Badrun. bagaimana kalau kita ke rumah ibu biar saya bisa melihat keadaan anak ibu?"
seperti mendapat durian runtuh, latifah dengan senang hati mengajak orang yang baru di kenalnya ke rumahnya.
     Badrun memperhatikan anak latifah yang sedang tidur. kepala anak itu memang terlalau besar melebihi ukuran badannya.
     "bagaimana pak, apa bisa di obati?" tanya latifah penuh harap
     "bisa bu, hanya mungkin perlu waktu yang agak lama. kalau ibu mau, saya akan obati anak ibu. dalam waktu satu minggu pasti anak ibu sudah sembuh" ucap Badrun mantap
     "tapi masalah biaya bagaimana pak? terusterang saya tidak punya uang.
Badrun termenung sesaat. matanya menatap Latifah dari ujung rambut sampai ujung kaki
     "ibu tidak usah bayar. cuma ada sarat yang harus ibu penuhi"
     "sarat apa pak?"
     "tiap saya akan mengobati anak ibu, kita harus berhubungan badan"
bagai di sambar petir, Latifah tersentak. bukan kali ini, sudah banyak lelaki iseng yang mengajaknya tidur tentu dengan iming-iming uang yang banyak tapi selalu dia tolak dengan tegas. lebih baik mati kelaparan dari pada membiarkan tubuhnya di nikmati lelaki yang bukan suaminya dan orang sakti ini meminta imbalan tubuhnya untuk mengobati anaknya. kalau hanya memikirkan diri sendiri jelas dia akan menolak mentah-mentah keinginan lelaki sakti itu tapi bagaimana dengan penyakit anaknya? apakah memang sudah saatnya ia berkorban apapun, termasuk harga dirinya untuk kesembuhan sang anak?
     "bagaiman bu?"
dengan berat hati latifah mengangguk. dan siang itu, di rumahnya sendiri dia melayani lelaki yang bukan suaminya. setiap ada perasaan jijik di buangnya jauh-jauh, semua demi kesembuhan sang anak.
     karena hampir setiap hari lelaki itu datang ke rumah Latifah, lama-lama warga curiga. mereka pikir lelaki itu pacar latifah dan kalau seorang janda pacaran dengan lelaki dewasa di rumah yang sepi pasti berbuat mesum, itu pikiran warga. maka ketika lelaki itu untuk kesekian kalinya datang, diam-diam warga mengintai. satu orang malah di tugaskan mengintip agar tahu apa yang mereka lakukan dalam rumah. lalu ketika warga yang mengintip melihat pasangan itu sedang berhubungan badan, dia memberi kode pada warga yang sedang menunggu aba-abanya.
     seperti anak panah yang meluncur dari busurnya, warga yang sudah mendapat kode segera berhamburan mengepung rumah latifah. beberapa pemuda yang sudah tak sabar mendobrak pintu masuk.
     kedua pasangan yang sedang berbugil ria itupun di arak ke kantor kepala desa. Latifah hanya bisa menangis, menahan rasa malu yang teramat sangat.
beberapa penduduk bersikeras menghukum pasangan itu dengan cara mereka sendiri. untunglah sebelum warga bertindak, polisi yang di hubungi segera datang lalu membawa pasangan itu ke kantor polisi.
betapa malu, kecewa, terhina dan marah bercampur baur di hati latifah saat lelaki sakti itu mengaku di depan polisi kalau sebenarnya ia tidak bisa apa-apa.

*cerita di atas sama persis dengan sebuah berita yang pernah di publikasikan sebuah koran ibukota. namun karena saya tidak memiliki kliping berita tersebut, isi berita itu saya gubah menjadi sebuah cerpen. semoga bermanfaat.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda