Sabtu, 14 Januari 2012

CINTA DALAM DUPA

ringkasan cerita.

Zaenal seorang pemuda yang begitu benci pada orang yang memakai jimat. iapun sering menegur teman-temannya yang memakai jimat tapi saat berdebat ia kalah argumen. dari pengalaman itu Zaenal memutuskan untuk sekolah di pesantren agar ia punya banyak argumen untuk mengalahkan pendapat para pemakai jimat.
keluar dari pesantren Zaenal rajin mengajak masarakat untuk meninggalkan kebiasaan memakai jimat dan menjauhi perdukunan namun masarakat tak menghiraukan ajakannya. iapun prustasi. di sisi lain ia butuh pekerjaan dan uang  untuk melamar Ningsih,kekasihnya. karena butuh uang segera dan dalam jumlah yang sangat banyak ahirnya ia mengambil jalan pintas dengan menjual jimat  pada seorang juragan kaya. uang dua juta ia dapat dengan mudah.tapi ternyata gadis yang mau ia pinang telah di jodohkan dengan lelaki lain. Zaenal patah hati tapi di sisi lain dia malah menikmati profesi barunya sebagai dukun padahal ia tak punya ilmu apapun.

sebuah novel karangan saya,Iwankalialang yang akan menyadarkan anda bahwa dalam dunia supranatural (perdukunan) rawan akasi penipuan dan pelecehan seksual.




                                                             CINTA DALAM DUPA
                                                                                                             oleh Iwankalialang
                                               
                                                                        BAB 1


 Ketika masih duduk di bangku madrasah Tsanawiyah (setingkat smp),Zaenal sering memperhatikan beberapa orang tiap mau buang air kecil selalu meletakan dompet,cincin kadang juga ikat pinggang di luar wc. Zaenal heran dengan perbuatan mereka. bukankah dompet kalau di taruh di luat area wc setelah buang air kecil bisa lupa,tak mengambil dompet itu? untunglah tembok wc hanya setinggi dada orang dewasa hingga yang buang air kecil bisa sambil melihat dompetnya agar tak ada orang lain yang berani mengambil. setelah melaksanakan sholat maghrib Zaenal menanyakan itu pada temannya.
     "ini cincin mahabah sulaiman. siapa saja yang memakainya akan terlihat berwibawa,menawan" jawab Tarna,teman Zaenal yang memakai jimat.
     "tapi kenapa kalau mau buang air kecil tidak di bawa?"
     "semua jimat,isim,rajah dan sejenisnya memang tidak boleh di bawa ke kamar kecil. kalau sampai lupa terbawa kekuatannya akan hilang, harus di isi lagi sama yang ahli."

Zaenal makin penasaran dengan jimat. esoknya dia tanyakan itu pada ustad Muhlis.
     "jimat adalah sebuah benda yang di yakini memiliki kekuatan ghoib atau punya manfaat lain dari fungsi utama benda itu. contoh keris. fungsi keris adalah untuk senjata,ada juga yang untuk hiasan tapi kalau jimat keris nogososro, beberapa orang menyakini keris itu bisa mendatangkan kewibawaan." jawab ustah Muhlis saat Zaenal menanyakan tentang jimat.
     "apa boleh kita memakai jimat?"
     "jimat di larang dalam islam.orang yang memakainya bisa di sebut musyrik karena menyekutukan Allah."
     "tapi kenapa banyak orang islam yang memakai jimat?" tanya Zaenal heran.
     "mungkin mereka tidak tahu. tugas kitalah memberitahu,tentu dengan cara yang bijaksana."
     "apa ada dalilnya?"
     "ada. begini dalilnya.Rosululloh pernah bertanya pada seseorang yg memakai cincin,'apa itu?' 'ini penangkal penyakit ya Rosululloh.' jawab orang itu.Rosulullohpun berkata 'buanglah itu.sesungguhnya kamu tidak akan beruntung selama memakai benda itu.'
Dalam hadits-hadits lain Rosululloh bahkan dg tegas mengatakan jimat itu perbuatan syirik. Perhatikan dalil-dalil di bawah ini
"sesungguhnya jampi-jampian,jimat penangkal dan guna-guna adalah kemusyrikan." hadits ini di riwayatkan oleh IMAM AHMAD,ABU DAUD, dan IBNU MAJAH
Di hadits lain Rosululloh bersabda
"orang yg menggantungkan (memakai) jimat maka dia telah melakukan perbuatan syirik." kalau hadits ini yang meriwayatkan IMAM AHMAD,THABRANI DAN AL HAKIM.  Zaenal,benar Rosululloh memakai cincin tapi Rosululloh menganggap cincin itu sekedar hiasan,tidak mempercayai cincin itu bisa mendatangkan rizki,menambah kewibawaan,menangkal santet,dll.lalu bagaimana jika jimatnya bertuliskan ayat-ayat al quran?. ayat-ayat al quran itu untuk di baca dan di amalkan. memang ayat alquran bisa di pakai untuk mengobati dan melindungi dari gangguan setan tapi cara nya di baca bukan jadikan jimat"

sejak itu Zaenal benci dengan jimat juga benci pada pemakainya. apalagi waktu Zaenal tahu ada beberapa jimat yang harus di 'rawat' yaitu di mandikan tiap hari jum'at, di beri minyak za'fron agar wangi, ada juga yang  sampai mengamalkan wiridan khusus untuk jimat itu.
di suatu malam setelah sholat maghrib Zaenal mengajak bicara dari hati ke hati dengan Tarna,teman yang memiliki jimat cincin mahabah sulaiman.
     "kok kamu mau di perbudak jimat mahabah sulaiman?" tanya Zaenal
     "lho siapa yang di perbudak? jimat ini tidak ada bedanya dengan baju yang kita pakai. fungsinya ya untuk menutup aurat. cincin ini insyaallah berfungsi untuk kewibawaan. kalau aku memakai cincin ini di sebut di peerbudak cincin, apa yang memakai baju di sebut di perbudak baju?" jawab Tarna
     "tapi kataa ustad muhlis itu syirik" ucap Zaenal
     "syirik itu kalau kita menyekutukan Allah, menyembah selain Allah. aku tidak menyembah cincin ini."
Zaenal mati kutu. pengetahuan agama Tarna ternyata lebih banyak dari Zaenal.dan Zaenal makin terpojok ketika Wisnu yang sudah kuliah itu ikut bicara dan Wisnu termasuk pemakai jimat.
     "Zaenal coba kamu pikirkan.tiap hari kita sholat menghadap ka'bah padahal ka'bah itu terbuat dari batu,benda mati. kalau kita sholat menghadap ka'bah yang benda mati itu apa tidak syirik?"
Zaenal diam tak berani menjawab pertanyaan Wisnu.
     "syirik. kalau kita hanya menyembah ka'bah dan Allahnya kita hilangkan. begitu juga dengan jimat, kalau kita seratus persen percaya, dengan jimat ini bisa berwibawa dan lain-lain itu syirik tapi kalau kita percaya jimat ini ada kelebihannya karena Allah ya tidak syirik." lanjut Wisnu membuat Zaenal makin mati kutu.

lulus dari tsanawiyah,Zaenal bertekad ke pesantren. Zaenal masih yakin mempercayai jimat,apalagi menggantungkan nasiba pada jimat adalah perbuatan syirik dan juga perbuatan bodoh.dengan masuk pesantren dia berharap ilmu agamanya akan bertambah sehingga bisa berdebat dengan para pemakai jimat.
                                                     **********************

     Setelah lima tahun nyantri sambil paginya sekolah di Aliyah (setingkat smu),Zaenal pulang dan berdakwah di masarakat. sasaran utama dakwahnya adalah jimat dan perdukunan. menurutnya masarakat harus di sadarkan agar tidak mempercayai jimat dan tidak mendatangi dukun.
berbulan-bulan Zaenal berdakwah tapi ajakannya hanya di anggap angin lalu hingga lama-lama ia jenuh dan bosan sendiri apalagi  ia mulai di sibukan dengan mencari pekerjaan.
tiap hari Zaenal harus memfoto copy ijazah, surat kelakuan baik,menulis surat lamaran kerja dan lain-lain.sudah berbulan-bulan ia lakukan itu., mengirimkan surat lamaran kerja dari perusahaan satu ke perusahaan lain namun belum juga membuahkan hasil.
     Zaenal benar-benar putus asa. padahal ia butuh pekerjaan dan uang segera untuk melamar Ningsih. orangtuanya yang tinggal ibunya seorang tak mungkin punya uang untuk melamar Ningsih. maklumlah sejak kematian ayahnya,persis setelah Zaenal lulus pesantren, ekonomi mereka morat-marit. ibunya yang tidak biasa bekerja merasa kesulitan mencukupi kebutuhan keluarga padahal anaknya cuma Zaenal seorang.
     Zaenal benaara-benar tak tahu harus berbuat apa. pekerjaan saja tidak punya. dari mana dapat uang untuk melamar Ningsih? tapi dia tidak mau kesusahannya sampai di ketahui sang ibu. kehidupan keluarganya kini sangat memprihatinkan.bisa makan tiga kali sehari saja mereka sudah bersukur.
     mata Zaenal menatap tumpukan buku di meja tulisnya. ada kitab-kitab kuning, buku-buku agama, majalah islam dan ada juga majalah 'supranatural' . dulu Zaenal membeli majalah supranatural itu sekedar untuk data. Zaenal mengambil majalah itu, sekedar iseng. lalu di bukanya majalah itu. isinya selain berita seputar mistik yang kebenarannya sulit untuk di buktikan,kebanyakan halaman lain berisi iklan para dukun. beraneka macam jimat dan ajian yang para dukun itu tawarkan. penampilan para dukun itupun tidak sama. ada yang memakai pakaian hitam-hitam tapi ada juga yang memakai jubah putih dan kain yang melilit kepala persis seperti penampilan wali songo atau pangeran dipenogoro dan Zaenal geleng-geleng kepala membaca harga-harga jimat yang mereka jual dan tiba-tiba saja melintas ide gila di kepala Zaenal. ia sudah mencari pekerjaan kemana-mana namun selalu gagal padahal ia membutuhkan uang segera untuk meminang Ningsih. apa boleh buat terpaksa ia harus melakukan cara ini, menjual jimat! sesuatu yang dulu paling ia benci dalam hidupnya.
     setelah membeli jimat wesi kuning di pedagang kaki lima dan sudah pasti palsu Zaenal menuju rumah juragan Kasdim. jimat itu ia beli seharga lima ribu rupiah dari harga sepuluh ribu yang pedagang itu tawarkan.
ada perasaan tidak enak di hati Zaenal. ia merasa telah menghianati idealismenya sendiri tapi apakah harus tetap mempertahankan idealisme dan merelakan kekasih di ambil orang karena ia belum mampu melamarnya? selain dirinya banyak lelaki lain yang berlomba untuk melamar Ningsih, maklum bunga desa.
     Zaenal tahu pasti akan banyak orang yang mencibirnya karena menjual jimat padahal ia dulu giat berdakwah mengajak orang  meninggalkan jimat tapi Zaenal sudah punya alasan yang masuk akal dan meyakinkan.
     di bungkusnya jimat wesi kuning palsu  dengan kain mori agar terlihat kesakralannya. lalu di semprotkannya minyak wangi  pada wesi kuning  dan kain pembungkusnya,setelah itu dengan langkah mantap Zaenal menuju rumah juragan Kasdim, seorang lelaki kaya yang begitu menggilai jimat.
     "ada perlu apa?"
     "saya mau menjual wesi kuning"
juragan Kasdim memandang Zaenal tak percaya
     "kamu Zaenalkan? katanya kamu anti dengan jimat, rajah, isim dan sejenisnya?"
     "karena jimat yang ada, terutama yang di miliki penduduk di sini bohong belaka, palsu semua. jimat yang mereka miliki tak ada kekuatannya sama sekali.itu sebabnya saya anti dengan jimat yang di sini."
     "dari mana kamu tahu?"
     "juragan kan tahu saya di pesantren lima tahun. dengan ilmu yang saya miliki mudah untuk mendeteksi itu semua."
juragan Kasdim mengangguk-angguk. padahal Zaenal tak punya ilmu apa-apa dan di pesantren malah di ajarkan untuk menjauhi jimat dan perdukunan.
     "mana wesi kuningnya?"
Zaenal meletakan sebuah bungkusan di meja lalu membuka kain pembungkus itu. sesaat juragan Kasdim mengawasi benda itu. matanya menatap tajam. keningnya mulai berkerut.
     "ini asli?" tanyanya ragu.
     "itu pemberian kiayi saya di pesantren. kalau palsu tidak mungkin di berikan pada saya sebagai pegangan." jawab Zaenal mantap.
     "berapa mau kau jual?"
     "berapa juragan berani beli?"
juragan Kasdim berpikir sesaat.
     "lima ratus ribu."
     "ini wesi kuning asli, pemberian pengasuh pondok pesantren terkenal. masa cuma segitu?"
     "baiklah satu juta."
     "tidak bisa juragan. kekuatan wesi kuning ini telah di tambah dengan kehadiran jin-jin piaraan kiayi saya."
     "satu juta setengah."
     "belum bisa  juragan. wesi kuning ini telah di wiridi guru kiayi saya lalu di pelihara dan di wiridi kiayi saya."
     "dua juta, tidak bisa lebih dari itu."
yap. dua juta. itu angka yang fantastis!. betapa mudahnya mencari uang dengan cara begini. asal kita pandai membual tapi dengan mimik yang meyakinkan.

     dengan langkah penuh percaya diri Zaenal menuju rumah Ningsih. walau masih satu desa tapi rumah Ningsih di ujung desa sebelah timur, sedang rumah Zaenal sendiri malah di ujung desa sebelah barat.
setelah sampai di ketuknya pintu rumah itu dua tiga kali ketukan, kemudian seseorang datang membukakan pintu. ternyata yang membuka pintu Ningsih sendiri. melihat  Zaenal yang datang Ningsih tersenyum tapi hanya beberapa saat, beberapa saat berikutnya wajahnya muram.
     "masuk mas." ucap Ningsih. walau heran dengan sikap Ningsih yang tidak seperti biasanya, Zaenal masuk dan duduk di depan Ningsih.
     "kenapa murung?  ada masalah?"
Ningsiih mendesah. sesaat kemudian matanya berkaca-kaca.
     "ada apa Ningsih, ceritakanlah."
     "bapak sudah menerima lamaran Adam, anak juragan bawang." ucap Ningsih lemah namun membuat Zaenal tersentak.
     "sudah ku bilang, mas harus buru-buru melamarku karena bapak terus menerus menjodohkanku dengan Adam."
     "kenapa tidak kamu tolak?"
     "maskan tahu gadis desa sepertiku  tak punya hak untuk memilih menikah dengan siapa. Bapaklah yang punya hak."
Zaenal mendesah. ia seperti sedang di himpit batu besar di dada dan kepalanya.
untuk terahir kalinya Zaenal menatap Ningsih dengan kehangatan.
     "semoga kamu bahagia. aku pulang."
Ningsih tak menjawab. hanya isak tangisnya yang terdengar makin keras.
Zaenal melangkah dengan pikiran kosong. beberapa tahun berpacaran dengan Ningsih membuatnya tidak bisa melupakan gadis itu begitu saja. Ningsih seorang gadis yang begitu penuh perhatian dan menyayangi dirinya apa adanya. kini Ningsih sudah bisa di pastikan akan menjadi milik Adam,anak juragan bawang yang kaya.
tak terasa matanya menjadi perih dan berjatuhanlah tetesan air bening tanpa ia sadari. di usapnya air mata yang terlanjur membasahi pipinya. ia harus tegar dan berani menghadapi kenyataan bahwa Ningsih memang tak di takdirkan untuknya.
     tak terasa langkah Zaenal makin mendekati rumahnya dan Zaenal menatap heran  ketika di lihatnya banyak orang berkerumun di depan rumahnya. ketika orang-orang itu melihat kehadiran Zaenal, mereka saling berbisik lalu menyingkir memberi jalan Zaenal untuk masuk.
     "ada apa...kenapa kalian berkumpul di sini?" tanya Zaenal pada orang -orang itu.
     "sabar ya Nal.. ini semua cobaan." jawab seorang lelaki yang membuat Zaenal makin bingung. tak lama kemudian pak lurah muncul dari dalam rumah Zaenal.
     "kamu yang tabah ya Nal." ucap pal Lurah sambil menepuk-nepuk bahu Zaenal
     "ada apa pak Lurah?"
     "ibumu meninggal kecelakaan. tertabrak......."
tak di dengar lagi penjelasan pak Lurah, Zaenal segera menghambur kedalam. di ruang tengah terlihat sesosok tubuh terbujur kaku dan tertutup kain. Zaenal sudah menduga itu pasti zenazah ibunya. Zaenal mendekati jenazah itu lalu membuka kain penutupnya. terlihatlah wajah ibunya yang pucat dan kaku. Zaenal memeluk jenazah ibunya lalu menangis sesunggukan. orang-orang yang melihat menatap iba. kini Zaenal sebatang kara.
                                                                ***************

Zaenal duduk termenung di rumahnya yang lengang. uang dua juta dari hasil menjual jimat wesi kuning masih ia simpan karena biaya penguburan ibunya dan lain-lain di tanggung pak lurah yang baik hati itu. Lurah di desanya memang benar-benar tipe pejabat pengayom rakyat bukan seperti lurah-lurah jaman sekarang yang sering mencari kesempatan untuk mencari keuntungan.
     apa yang hendak di lakukannya kini? merantau ke Jakarta dan berdagang ketoprak atau nasi goreng seperti umumnya pemuda di desanya? atau tetap di sini dan menjadi kuli bangunan? mengingat pekerjaan kuli bangunan buru-buru Zaenal menggeleng. kuli bangunan selain penghasilannya kecil juga tidak setiap hari ada pekerjaan dan yang pasti masa depannya tidak terjamin.
ketika sedang melamun itu terdengar suara ketukan pintu. Zaenal melangkah ke depan lalu membukakan pintu. seorang nenek berdiri di depan pintu sambil membawa air putih dalam gelas.
     "ada apa nek?"
     "Nal, cucuku sakit. tolong bacakan do'a pada air ini untuk obat cucuku." ucap nenek itu sambil menyodorkan gelas berisi air putih yang ia bawa. di desa itu memang masih banyak penduduk yang jika ada keluarganya yang sakit buru-buru minta air putih pada orang yang di anggap 'pintar' atau sakti.
sejenak Zaenal bingung. di pesantrennya tidak pernah di ajarkan pelajaran thibunnabawi (pengobatan cara nabi) jadi ia tidak tahu harus membacakan apa pada air itu tapi untuk menolak rasanya ia tak tega. juga ada perasaan gengsi membuka rahasianya di depan si nenek kalau ia tidak memiliki ilmu apapun yang ada hubungannya dengan pengobatan. ahirnya ia memutuskan untuk berpura-pura.
     Zaenal mendekatkan gelas itu pada bibirnya lalu matanya terpejam. tak ada apapun yang ia baca karena ia memang tak tahu harus membaca apa. Zaenal melakukan itu sekedar untuk meyakinkan si nenek bahwa ia 'melakukan sesuatu' pada air itu. setelah di rasa cukup Zainal memberikan lagi gelas itu pada si nenek.
     "makasih Nal. dan ini sedekahnya." ucap si nenek sambil menyodorkan uang lima ribuan pada tangan Zaenal.
     "tidak usah nek. saya ihlas." jawab Zaenal tak enak hati karena sebenarnya tak ada apapun yang ia lakukan pada air itu.
     "harus di terima Nal. kalau ngga, air ini ngga manjur." ucap nenek itu memaksa. di masarakat memang masih banyak yang berkeyakinan jika tidak memberi sesuatu maka yang di lakukan 'orang pinter' tidak akan manjur.
terpaksa Zaenal menerima uang itu. entah karena memang sudah waktunya sembuh atau tersugesti dengan air itu si anak jadi sembuh. dan kesembuhan itu jadi iklan dari mulut ke mulut bahwa Zaenal bisa mengobati orang. sejak itu ada saja satu dua orang yang datang membawa keperluan hingga Zaenal kemudian merasa telah menemukan pekerjaan yang cocok untuknya yaitu menjadi dukun! pekerjaan yang ringan namun banyak mendatangkan uang. ini sudah ia buktikan sendiri dengan menjual wesi kuning pada juragan Kasdim. dan Zaenal punya modal untuk menjadi dukun. pendidikannya lima tahun di pesantren akan membuat orang percaya kalau ia memang orang 'pinter'. mereka tidak akan tahu bahwa sebenarnya di pesantrennya tidak pernah di ajarkan ilmu kesaktian apapun dan juga tidak pernah di ajarkan thibunnabawy (pengobatan cara nabi).
     kini Zaenal ingin mendekati pedagang jimat yang dulu tempat ia membeli wesi kuning. ia harus tahu dari mana ia bisa mendapatkan jimat dalam jumlah banyak. Zaenal bukan tidak mengerti bahwa pedagang manapun, jenis apapun yang mereka jual jika di tanya di mana belanjanya pasti tidak akan di beri tahu. kalaupun di jawab pasti bukan tempat sebenarnya karena itu Zaenal akan mendekati pedagang itu dulu, mengambil hatinya, mengajak berteman, baru kemudian bertanya di mana ia bisa mendapatkan jimat dalam jumlah banyak dengan harga murah.
     dengan sepeda ontel peninggalan ayahnya, Zaenal menuju stasiun kereta yang jaraknya sekitar dua kilo meter. tak lama kemudian Zaenal telah sampai. ia segera menaruh sepedanya di tempat parkir lalu mengunci sepeda itu. pedagang jimat yang melihat kedatangan Zaenal tersenyum. semoga orang itu membeli jimatku lagi,do'anya dala, hati.
     "rame mas?" tanya Zaenal basa-basi sambil mengajak bersalaman.
     "ya lumayan. mau nyari jimat lagi?" tanya pedagang itu penuh harap. Zaenal menggeleng sambil tersenyum. di ambilnya rokok dalam saku lalu sambil duduk Zaenal menjatuhkan bungkus rokok itu di depan si pedagang.
     "rokok mas." ucap Zaenal menawarkan rokok itu. tawaran Zaenal di sambut suka cita oleh si pedagang. sejak tadi mulutnya asam tapi karena belum ada pembeli dan dia juga tidak punya uang ahirnya tak bisa membeli rokok. di ambilnya rokok itu sebatang dari bungkusnya lalu di sulutnya dengan korek.
     "oh ya kenalin, nama saya Zaenal. namu kamu?"
     "Basir."
     "sudah lama jualan jimat?"
     "sudah hampir setahun."
obrolan mereka makin hangat. mungkin karena usia mereka hampir sama atau mungkin juga karena Zaenal ramah dan memberi pedagang itu rokok. setelah merasa perkenalannya cukup Zaenal pamit pulang. sengaja rokok yang isinya masih setengah bungkus lebih ia tinggal untuk Basir teman barunya.
                                                                        


                                                                     B A B 2

     Ningsih menimang-nimang surat undangan di tangannya. sejak kemarin ia bimbang, haruskah memberikan undangan itu pada Zaenal? apakah itu tidak akan menyakiti hatinya?
Ningsih menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. ada kerinduan untuk bertemu Zaenal, kerinduan yang tak akan pernah sirna walau sebentar lagi fisiknya akan menjadi milik lelaki lain, lelaki yang sama sekali tak ia cintai. kerinduan itu pula yang kemudian  membuat Ningsih telah melangkahkan kakinya menuju rumah Zaenal. dalam hati Ningsih iba juga melihat nasib yang menimpa Zaenal. saat ayahnya menerima lamaran lelaki lain, saat yang sama ibu Zaenal meninggal. praktis Zaenal kehilangan orang yang di sayang, dua sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
     dari jarak beberapa meter, Ningsih sudah melihat Zaenal yang sedang duduk di depan rumahnya. Zaenal menyunggingkan senyum, wajahnya berseri-seri. tak ada raut penderitaan atau keputus asaan di wajahnya.
     "apa kabar mas?" sapa Ningsih dengan sedikit bergetar. bagaimanapun ia telah membuat patah hati lelaki di depannya
     "baik-baik aja" jawab Zaenal
     "mas lagi apa?"
     "cuma duduk-duduk aja"
sekilas Ningsih melihat ruang tamu dari pintu yang terbuka. ruangan itu tampak kotor. penuh debu dan puntung rokok yang berserakan di lantai. tanpa di suruh Ningsih masuk ke dalam rumah. dulu saat ibu Zaenal masih hidup dan saat mereka masih pacaran,Ningsih sudah biasa masuk ke rumah itu. hampir semua ruangan dan kamar sudah ia hafal. Ningsih mengambil sapu. lalu menyapu rumah itu dari depan kemudian ruang tamu. puntung rokok dan debu di meja ia bersihkan. Ningsih terus menyapu sampai ke ruangan belakang lalu sampah-sampah itu ia masukan pada tempat sampah. Zaenal hanya memandangi saja apa yang      di lakukan wanita yang diam-diam masih di cintainya itu.
     "makasih ning tapi lain kali jangan lakukan itu lagi, ngga enak sama tetangga. lagian kalo calon suamimu tahu bisa jadi masalah"
     "kalo besok masih kotor lagi akan aku sapu lagi"
     "ya deh besok aku mulai bersihkan rumah"
mendengar jawaban Zaenal,Ningsih tersenyum. ia tak yakin mantan pacarnya itu mau bersih-bersih rumah
     "mas nggak marah padaku karena aku menikah dengan lelaki lain?"
     "kalau aku marah sudah ku kunci pintu rumahku waktu melihatmu datang" jawab Zaenal bercanda
     "jadi mas mau datang saat aku nikah nanti?"
Zaenal mengangguk mantap
     "sebenarnya dari kemarin aku mau ngasih undangan ini tapi takut menyakiti hati mas" ucap Ningsih sambil menyodorkan sebuah undangan pernikahan di tangannya. Zaenal menerima undangan itu, membacanya sebentar lalu menaruh undangan itu di depannya.
     "dua hari lagi ya?"
Ningsih mengangguk. Ningsih mengira Zaenal lelaki yang tegar,yang tidak rapuh oleh kesedihan. padahal Zaenal seperti lelaki lain yang pasti sangat terpukul melihat gadis yang di cintai menikah dengan lelaki lain tapi Zaenal tidak ingin menampakan kesedihan itu di depan Ningsih. jika Ningsih tahu kesedihannya itu hanya akan membuat Ningsih ikut bersedih. cukuplah satu orang yang menderita dalam kegagalan cinta mereka dan Zaenal rela menderita asal Ningsih bisa bahagia. Zaenal yakin yang namanya cinta sejati bukan saat kita bahagia dalam cinta itu tapi saat kita rela pasangan kita bahagia walau kita menderita. cinta sejati itu memberi bukan meminta. cinta sejati itu berkorban bukan mementingkan ego sendiri. cinta sejati tak akan pernah meninggal kan dendam dan kebencian jika cintanya kandas di tengah jalan.
     "sebaiknya kamu cepat pulang,tidak enak di lihat tetangga. kamukan sebentar lagi nikah. nanti apa kata orang gadis yang sudah mau nikah  masih duduk-duduk dengan mantan pacarnya"
     "mas mengusirku?"
     "nggak ning. percayalah ini demi kebaikanmu sendiri"
Ningsih mengangguk. dalam hati ia membenarkan ucapan Zaenal. apalagi mereka tinggal di desa, di mana yang di lakukan Ningsih sudah di anggap tidak wajar untuk gadis yang sudah mau menikah dengan lelaki lain.
     "aku pulang mas" ucap Ningsih. matanya menatap Zaenal dengan -sisa kerinduan yang tak juga lekang. Zaenal mengangguk lalu pura-pura memalingkan wajahnya memandang arah lain. sungguh iapun masih begitu rindu pada Ningsih namun kalau ia menatap ningsih dengan kerinduan pula pastilah ningsih tak akan segera pulang. ia tak ingin Ningsih di gunjingkan oleh warga desanya.
tak lama setelah kepergian Ningsih,datang seorang ibu muda.
     "numpang nanya, rumah mas Zaenal di mana ya?" tanya ibu muda itu setelah menghentikan motornya di depan rumah Zaenal.
     "saya sendiri bu"
wanita muda itu kaget lalu tersipu malu
     "silahkan masuk bu" ucap Zaenal sambil mendahului berjalan masuk rumahnya.
     "ada perlu apa bu?" tanya Zaenal ketika mereka sudah duduk berhadapan
     "begini mas,tetangga saya kan punya saudara di desa ini, kata tetangga saya mas Zaenal itu 'orang pinter' baru pulang pesantren setelah nyantri lima tahun" ibu muda itu menghentikan ucapannya,Zaenal menunggu dengan sabar.
     "saya sudah dua tahun menjanda mas, saya minta di ruwat biar cepat dapat jodoh"
Zaenal mengangguk-angguk sambil berpikir apa yang harus ia lakukan. kata 'ruwat' memang sudah sering ia dengar tapi bagaimana prosesnya sungguh ia tak tahu. padahal Zaenal harus melakukan sesuatu sehingga ibu muda itu percaya ia 'orang pintar'.
     melihat Zaenal terdiam beberapa lama si ibu muda tidak curiga sedikitpun. dalam pikiran si ibu muda itu,pastilah Zaenal sedang menggunakan indera ke enamnya untuk mempermudah jodoh bagi dirinya.
setelah menemukan ide,Zaenal masuk ke dalam rumah lalu keluar lagi membawa segelas air putih. di depan si ibu muda,Zaenal pura-pura membacakan sesuatu pada air itu.
     "silahkan ibu cuci muka dengan air ini. nanti wajah ibu akan terlihat lebih cantik di mata lelaki" ucap Zaenal mantap lalu menyodorkan air itu. ibu muda itu  menerima air itu lalu pamit ke depan untuk cuci muka dengan air pemberian Zaenal. setelah selesai ibu muda itu kembali duduk di depan Zaenal
     "maaf mas Zaenal,biasanya kalau di tempat laain di ruwatnya dengan cara di mandikan jadi bukan wajah saja yang kelihatan bagus tapi tubuh juga. kalau bisa saya ingin di mandikan juga"
DEG. hampir berhenti jantung Zaenal mendengar ucapan wanita itu. di mandikan? apa seperti umumnya orang mandi dengan membuka seluruh pakaian? tiba-tiba dada Zaenal berdesir, maklum dia masih bujangan. tapi kalau ia bertanya bagaimana proses mandinya nanti wanita itu tahu ia tidak bisa meruwat, reputasinya langsung hancur dan orang tak percaya lagi kalau ia 'orang pinter'.
     "baiklah bu, mari ikut saya ke belakang" ucap Zaenal dengan suara agak bergetar karena nafsu.
sampai di kamar mandi,Zaenal kembali pura-pura membacakan sesuatu pada air kolam itu tapi kini agak lama karena ia sedang berpikir  gerakan atau tindakan apa saja yang harus ia lakukan  agar kesannya  ia benar-benar bisa meruwat?  Zaenal mencoba menatap wanita di depannya..
     "mana kursinya mas?"
pertanyaan wanita muda itu membuat Zaenal tergagap. ia baru tahu mandi ruwat itu  pakai kursi.
     "oh ya saya lupa" jawab Zaenal malu lalu buru-buru mengambil kursi yang terbuat dari kayu.
     "ini kursinya bu"
wanita muda itu mengangguk  lalu tanpa sungkan-sungkan, mungkin karena sudah biasa di ruwat di tempat lain, wanita muda itu membuka baju dan roknya setelah itu duduk di kursi dengan tenang. Zaenal melihat pemandangan itu dengan tak berkedip. jantungnya berdetak dengan kencang. nafsunya naik ke ubun-ubun
     "ayo mas siramin airnya"
Zaenal tersentak. buru-buru ia ambil air dengan gayung. sebelum menyiramkan air itu, Zaenal memejamkan mata dan lagi-lagi pura-pura membaca sesuatu lalu menyiramkan air itu sedikit demi sedikit.
     "pejamkan mata ibu, saya akan membuang aura negatif pada tubuh ibu" ahirnya ia temukan juga cara agar bisa memandangi  seluruh tubuh wanita muda itu tanpa wanita muda itu tahu.tanpa banyak tanya  ibu muda itu memejamkan mata dan Zaenal dengan leluasa memandangi seluruh tubuh ibu muda itu. nafsu Zaenal makin memuncak .kalau tidak bisa mengendalikan diri rasanya ingin ia memperkosa wanita itu sekarang juga tapi Zaenal ingat akan reputasinya bisa hancur kalau ia lakukan itu malah bisa saja ibu muda itu melaporkannya ke polisi jadi dengan sekuat tenaga di tahannya nafsu yang sudah begitu berkobar.saat seperti itu setan berhasil menghembuskan rencana lain yang bisa Zaenal lakukan untuk menyalurkan sahwatnya.
pelan-pelan dengan tangan yang bergetar Zaenal mengusap  wajah ibu muda itu  lalu usapannya turun dan terus turun ke bawah. ibu muda itu tidak protes bahkan perbuatan dukun yang lebih dari itupun sudah ia alami. tak apa, ia percaya semua yang di lakukan dukun dan kini juga di lakukan Zaenal adalah bagian dari proses ruwat.
setelah satu jam berlalu  dan bukan hanya tubuh ibu muda itu yang basah oleh air kolam tapi celana Zaenal juga basah oleh air dari jenis lain, Zaenal menyudahi proses ruwat itu.
     "saya sudah bawa cd dan bh buat ganti,saya ganti di sini ya?"
Zaenal mengangguk lalu keluar dari kamar mandi dengan sisa-sisa nafsu yang masih membara.
Zaenal duduk di ruangan tamu, beberapa saat kemudian wanita itu telah kembali.
     "kalau begitu saya pamit pulang mas, makasih ya"  ucap wanita itu sambil mengajak Zaenal bersalaman. Zaenal tahu  sebenarnya salaman  cuma sebuah cara untuk  memberikan uang yang telah di siapkan dalam amplop. setelah wanita itu pergi  Zaenal membuka amplop itu, terlihatlah uang lima puluhan ribu. wah betapa enaknya jadi dukun! pantas saja profesi ini tetap di minati walau ada ancaman musyrik bagi pelakunya menurut hukum agama dan Zaenalpun sudah ketagihan dengan profesi ini. tak perduli walau mungkin ini di larang agama, tak perduli dengan idealismenya yang dulu. kini Zaenal ingin lebih serius dengan profesi ini karena itu kelak ia akan memasang iklan dan lewat brosur yang di bagikan atau di tempel di tempat-tempat umum.
     setelah sholat duhur yang di kerjakan super singkat dan sekedarnya,Zaenal mengeluarkan sepeda ontelnya lalu mengayuhnya menuju stasiun, ia harus tahu secepatnya di mana tempat belanja jimat.
     "rame Sir?" tanya Zaenal basa basi pada Basir si pedagang jimat
     "sepi banget Nal, mana aku belum makan lagi?"
     "ya udah kamu makan aja dulu. dagangan kamu biar aku yang jagain"
     "belum ada penglaris nal. aku sudah ngga punya uang"
rupanya basir tipe orang yang blak-blakan dan terbuka pada orang yang sudah di kenalnya. Zaenal segera mengeluarkan uang dua puluh ribuan.
     "nih pake duitku aja dulu" ucap Zaenal sambil menyodorkan uang itu. Zaenal tahu harga sepiring nasi dan lauknya di warteg tak akan lebih dari sepuluh ribu walau pakai lauk ayam sekalipun.
     "ngga enak ah Nal. masa baru kenal kemarin sudah minjem duit ma kamu" jawab Basir yang terlihat masih sungkan
     "udah yang penting kamu makan aja"
karena memang perutnya lapar, ahirnya di terima juga uang itu lalu Basir melangkah menuju warung nasi. Zaenal duduk menjaga dagangan basir. di perhatikannya jimat-jimat yang ada di meja kecil itu. ada cincin dengan berbagai macam bentuk dan warna batunya, ada keris berukuran mini dan ada juga kain bertuliskan huruf-huruf arab.
     "makasih Nal. ini kembaliannya" ucap Basir yang tiba-tiba sudah ada di samping Zaenal. rupanya dia sudah selesai makan.
     "ambil saja kembaliannya buat kamu"
Basir kaget
     "kok buat aku?"
     "aku lagi dapat duit banyak. ambil saja buat makan nanti sore"
     "makasih banget Nal"
Zaenal mengangguk
     "nih rokoknya. nggak punya kan?" ucap Zaenal sambil menyodorkan bungkusan rokok, Basir nyengir.
     "sir, kalau belanja jimat-jimat ini di mana?"
Basir terdiam. bagi pedagang, tempatnya belanja adalah sesuatu yang harus di rahasiakan karena takut orang yang bertanya itu ikutan dagang sepertinya. akibatnya akan menambah saingan tapi sekarang yang bertanya Zaenal, teman baru yang sudah begitu baik padanya,masa ia tidak menjawab padahal dia sudah menerima uang dan rokok Zaenal
     "memang kenapa Nal? mau jualan jimat juga?"
     "aku mau jadi paranormal"
     "memang bisa?"
Zaenal tersenyum. jelas pada Basir sekalipun ia tidak akan jujur kalau sebenarnya ia tidak bisa apa-apa.
     "aku lulusan pesantren sir, nyantri lima tahun" jawab Zaenal kalem. Basir tersentak. tak di sangka teman barunya pernah nyantri lima tahun.dalam benak Basir dan benak umumnya orang, di pesantren selain di ajarkan ilmu agama juga di ajarkan ilmu kesaktian, padahal di pesantren malah di ajarkan untuk menjauhi klenik dan perdukunan.
     "belanjanya di jakarta Nal"
     "Jakarta mana?" kejar Zaenal
     "pasar pagi mangga dua, tapi kalau mau lihat-lihat jimat yang lain kamu bisa datang ke pasar yang terletak di depan stasiun jatinegara. nama pasarnya aku lupa tapi yang jelas tidak jauh dari stasiun. di situ banyak anega jimat, keris dan lain-lain"
     "kalau ke pasar pagi naik apa?"
     "gampang. kamu ke jakarta naik kereta aja. turun di stasiun jakarta kota. dari situ bisa jalan kaki atau naik ojeg. ingat di pasar pagi asemka bukan di mal pasar pagi mangga dua"
Zaenal merenung sejenak.
     "kamu sehari dapat untung berapa?"
     "nggak tentu Nal. yang enak kalau jadi dukun. jimat yang ku jual sepuluh ribu, dukun bisa jual ratusan ribu. aku bukan lulusan pesantren kaya kamu si"
     "gimana kalau kamu temani aku ke Jakarta. sehari ku bayar seratus ribu. ongkos, makan dan lain-lain aku yang tanggung"
mendengar tawaran Zaenal tanpa menunggu lama Basir mengangguk setuju.
     "sekalian Nal, kalau kamu butuh karyawan,aku aja, dari pada jualan begini,kadang sehari ngga ada yang beli"
     "ide bagus. aku setuju"
merekapun berjabat tangan.

     Di pelaminan Ningsih begitu resah. sebentar-bentar matanya menatap para tamu undangan, tak ia temukan sosok Zaenal di sana. sementara Adam suaminya terlihat begitu bahagia. senyum manis tak pernah hilang dari bibirnya, baik ada teman yang menyalami atau tidak.
     kenapa Zaenal tidak datang, padahal ia janji akan datang saat pernikahannya? apakah hati Zaenal begitu pedih menyaksikan ia bersanding dengan lelaki lain? tapi rasanya saat pertemuan itu tak ada tanda-tanda kekecewaan di wajahnya.
     "selamat ya Ning" ucap seorang teman menyadarkan lamunan Ningsih. buru-buru ia tersenyum
     "makasih. kapan kamu nyusul?"
     "nanti kalau sudah dapat jodoh" jawab sang teman bercanda tapi karena Ningsih cuma tersenyum iapun berlalu dan bergabung dengan undangan lain.
Ningsih kembali melihat pintu masuk. menatap satu persatu tamu yang datang namun sampai ia pegal, sampai acara berahir dan semua tamu telah pulang Zaenal tak kunjung datang, ahirnya Ningsih tak berharap lagi.
     Ningsih tiduran di ranjang pengantin. suka tidak suka sekarang Adam adalah suaminya dan pasti Adam akan meminta hak nya malam ini.
pintu kamar terbuka perlahan. Ningsih tersenyum saat melihat sang suami yang datang namun ia kecewa, Adam yang tadi di pelaminan tak pernah lepas dari senyumnya kini tak tersenyum sedikitpun pada Ningsih dan sedetik kemudian Ningsih makin di buat heran, Adam seperti tidak berhadapan dengan istrinya tapi dengan gadis lain yang akan menolak jika di gauli hingga tanpa perlu berkata apapun Adam dengan kasar membuka pakain Ningsih dan dengan kekasaran yang makin menjadi ia menggauli,tepatnya memperkosa Ningsih, wanita yang sudah sah menjadi istrinya.
     walau terasa nyeri, pagi-pagi sekali Ningsih sudah bangun.  di rumah ini cuma dia seorang yang wanita, ibu suaminya telah meninggal. sementara ayahnya belum berniat menikah lagi jadi dia harus masak pagi-pagi untuk saranpa suami dan mertuanya.
     "Ning,kopinya mana?"
Ningsih tersentak bukan hanya karena ternyata tiap pagi suaminya harus di bikinkan kopi tapi juga kaget dengan nada suara Adam yang jauh dari lembut. ah mungkin logatnya memang begitu,dia harus belajar memahami suaminya
     "ya mas sebentar" jawab Ningsih yang segera membuatkan kopi lalu menghidangkan pada suaminya. Ningsih berlalu untuk melanjutkan pekerjaannya ketika terdengar suara bentakan Adam
     "kopi apaan ini? terlalu manis!" ucap Adam sambil mendelik pada Ningsih
     "maaf mas,biar saya tambahin kopinya"
Ningsih segera mengambil kopi itu lagi lalu melangkah ke dapur. di dapur ia bingung harus di tambahi berapa kopinya agar pas? ayahnya dulu tidak pernah minum kopi tapi teh manis. ahirnya Ningsih memasukan sedikit kopi  lalu mencicipinya. setelah di rasa pas baru Ningsih menghidangkan kopi itu lagi pada suaminya.
Ningsih berdiri di depan Adam,menunggu reaksi suaminya setelah mencicipi kopi itu. saat seperti itu Ningsih lebih mirip pembantu di banding seorang istri, lalu setelah suaminya tidak menampakan perasaan kecewa, Ningsih berlalu untuk meneruskan pekerjaannya.

                                                                           B A B 3

          Usaha Anda bangkrut dan banyak hutang?
          Ingin dagangan Anda punya banyak pelanggan?
          Atau ingin di jadikan anak emas atasan?
          Datanglah pada kami, kami punya AIR LADUNI
          AIR LADUNI adalah air sakti yang telah di wiridi ribuan kali,di karomahi para wali dan      
          tanp efek samping sama sekali.
          Dengan AIR LADUNI rizki Anda akan mengalir terus seperti air...
          Akan selalu mencukupi walau di gunakan untuk pengeluaran sebanyak apapun!
Zaenal membaca berulang-ulang materi iklan yang di buatnya sendiri lalu tersenyum puas.
     "Sir,nanti tolong iklan ini di print terus di foto copy"
     "ya Nal"
     "oh ya Sir, kita harus membuat kesepakatan kerja agar sama-sama enak"
Basir diam menanti kalimat Zaenal selanjutnya.
     "tiap bulan aku akan memberimu gaji pokok delapan ratus ribu rupiah"
Basir tercengang. untuk ukuran kota kecil di mana tempatnya tinggal,gaji delapan ratus ribu itu cukup besar. temannya saja yang kerja di mal cuma di gaji enam ratus ribu perbulan.
     "kalau pasien banyak akan aku tambah bonus tapi besar kecilnya bonus terserah aku. namun jika ternyata dalam tiga bulan ke depan kita tak mendapatkan pasien atau pasiennya sedikit terpaksa aku tidak bisa mempekerjakanmu dulu. kamu boleh tinggal di sini,boleh juga pulang. mulai kerja jam delapan pagi sampai jam enam sore"
     "makasih, aku mau banget." jawab Basir mantap. mendengar akan di gaji delapan ratus ribu saja ia sudah siap di suruh melakukan apapun apalagi Zaenal bilang akan di tambah bonus, ia seperti mendapat durian runtuh. Zaenal tipe orang yang baik dan royal. waktu kemarin dua hari menemani Zaenal belanja jimat saja dia di kasih tiga ratus ribu padahal menurut kesepakatan cuma dua ratus ribu.
     "tapi mulai sekarang kamu panggil aku Gus. lengkapnya Gus Zaenal"
Basir mengangguk. memang sudah sepantasnya demikian. iakan karyawan Zaenal jadi tidak pantas kalau cuma memanggil nama.
     "sekarang kamu cabuti logo merek AQUA pada botol-botol itu" ucap Zaenal sambil menunjuk dua dus berisi  AQUA botol.
     "ya Gus"
tanpa menunggu lama Basir segera membuka dus itu lalu mengeluarkan satu persatu air mineral dalam botol itu dan membuang merk nya.
Zaenal tersenyum. air mineral dalam botol yang di toko harga ecerannya paling dua ribu akan ia jual seratus ribu! padahal sungguh tak ada apapun yang ia lakukan pada air itu. kalaupun ada sesuatu yang ia perbuat paling menyuruh Basir membuang logo merknya! pemilik pabrik AQUA pasti geleng-geleng kepala kalau tahu ulahnya.
     "nanti kalau sudah selesai kamu print naska brosur tadi terus foto copy dan kamu tempel di pasar, stasiun dan di tempat strategis lain. ini uangnya. sisanya buat kamu aja"
Basir menerima uang itu dengan berbinar. betapa baik bosnya ini karena itu ia akan bekerja sebaik-baiknya sebab Basir yakin kalau sampai dia di keluarkan ratusan pemuda lain siap antri menggantikannya.
Zaenal segera berlalu.selain memasang iklan dengan cara menempelkan brosur iapun akan memasang iklan di surat kabar dan radio lokal. Zaenal suda mantap untuk menekuni profesi dukun ini, walau mungkin tepatnya dukun palsu. karena itu sawah  sepetak yang merupakan satu-satunya warisan dari orang tuanya ia jual untuk modal promosi perdukunannya.
     ada beberapa sebab kenapa seseorang pergi ke dukun, paranormal, orang pinter dan sejenisnya. pertama karena orang itu tidak percaya do'a dan permohonan yang ia panjatkan langsung pada Tuhan akan terkabul. ia butuh perantara orang lain entah itu dukun,kiayi dan sebagainya untuk memintakan apa yang ia inginkan. kedua karena ia tidak percaya pada kemampuannya sendiri. ia yakin segigih apapun ia bekerja, seinovatif apapun cara yang ia praktekan hasilnya tidak akan maksimal dan memuaskan karena itu ia merasa butuh bantuan dukun atau orang pinter. ketiga, orang yang ingin cepat kaya, terkenal atau sukses dengan cara yang cepat dan instan.
     seminggu setelah penyebaran brosur dan pemasangan  iklan di surat kabar dan radio lokal itu Zaenal kebanjiran tamu.
     "Gus, maksud kedatangan saya kemari pertama untuk silaturahim. kedua saya mau beli air laduni. terusterang saja ahir-ahir ini warung nasi saya sepi"  ucap seorang ibu setengah baya, yang entah pasien ke seratus berapa yang datang ke tempat Zaenal.
Zaenal meraih sebuah botol air mineral yang berderet di sampingnya lalu menyodorkan pada ibu itu.
     "cipratkan air laduni ini pada lantai warung nasi ibu. nanti warung nasi ibu akan rame kembali" jawab Zaenal mantap. Zaenal tahu pasti kunci suksesnya jadi dukun palsu cuma satu,pandai membual tapi dengan mimik yang meyakinkan!
     "tapi saya mau minta pegangan agar tidak kena  guna-guna dari pemilik warung nasi lain. Gus kan tahu sendiri persaingan warung nasi begitu ketat"
Zaenal mengangguk-angguk lalu mengambil kulit kambing yang telah di tulisi huruf-huruf arab dari lemari kecil di ruangan itu. lemari tempat ia menyimpan aneka jimat yang ia beli di pasar pagi mangga dua dengan Basir. jimat yang ia beli kodian dan losinan itu ia jual mahal pada pasien.
     "ini rajah tolak bala.pasang rajah ini di dinding warung nasi ibu niscaya santet,teluh atau guna-guna tak akan mampu mengenai ibu dan warung nasinya"
ibu itu menerima rajah dengan gembira. kini ia yakin selain dagangannya akan laku keras juga aman dari kejahatan saingan-saingannya.
     "mahar semuanya jadi berapa Gus?"
     "seratus lima puluh ribu bu"
si ibu segera mengeluarkan  uang dan memberikannya pada Zaenal
     "makasih Gus"
Zaenal mengangguk. itulah bedanya paranormal dengan pedagang jimat. kalau pedagang jimat, si pedagang yang akan mengucapkan terimakasih tapi kalau paranormal ,si pembeli jimat yang justru merasa berterimakasih.
setelah pasien itu pergi Zaenal membuka lemari,terlihatlah uang yang bertumpuk-tumpuk lalu ia letakan uang pemberian si ibu tadi di atas tumpukan uang lainnya. besok uang itu harus di setorkan ke bank demi keamanan. ada untungnya juga ia sebatang kara jadi tak ada orang yang melarang ia melakukan apapun di rumah ini.
                                                                           ***

     Ketika pagi tiba, Ningsih bangun dengan kepala pusing,semalam ia kurang tidur karena menunggu suaminya pulang dan suaminya pulang dini hari dalam keadaan mabok.  ternyata selain suka bertindak dan berkata kasar suaminya juga seorang pemabok. herannya mertuanya justru sangat lembut, bertolak belakang sekali dengan sifat anaknya. kalau bukan karena hiburan dari mertuanya rasanya ia lebih memilih menjadi janda dan tinggal dengan orang tuanya. mertuanyalah yang terus menasehati untuk bersabar dan berharap suatu saat sifat suaminya berubah.
     Ningsih menoleh pada suaminya yang masih terlelap. Ningsih mendesah panjang. satu lagi kekurangan suaminya, ia tak mau bekerja! selama ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mertuanyalah yang memberi. kesannya mertuanyalah suaminya sedang suaminya anak mereka. berpikir kesitu Ningsih jadi malu sendiri. jujur dari pada punya suami seperti Adam yang kasar,pemarah, suka mabok dan tidak mau bekerja, masih mending jadi istri mertruanya sekalian.biarpun umurnya sudah 48 tahun tapi masih terlihat gagah, lagi pula orangnya lembut,sabar dan juragan bawang yang sukses tapi rasanya itu tidak mungkin terjadi. karena Adam tak akan mau menceraikannya. dan iapun tak punya keberanian untuk meminta cerai pada Adam.
     Ningsih melangkah ke dapur. ia harus memasak untuk sarapan dan makan mereka.
     "Ningsih,bisa bikinkan teh manis?"
Ningsih menoleh. mertuanya tersenyum lembut. rupanya ia baru pulang setelah lari pagi. jarang di desanya orang tua mau olahraga. biasanya pagi-pagi sudah di sibukan dengan mencari nafkah.
     "Bapak bikin kaget saja, tahu-tahu sudah di belakang saya"
     "oh maaf. kamu kaget ya?"
     "bercanda pak. ya Ningsih bikinin teh manis buat Bapak"
mertua Ningsih mengangguk lalu menuju ruang depan. mertua Ningsih yang bernama lengkap Joko sudibyo itu mendesah. ia bingung bagaimana menyadarkan anak tunggalnya agar berubah. ia kira dengan menikahkan anaknya, kelakuan anaknya akan berubah dan mau bekerja ternyata tetap saja seperti itu. ia kasihan pada Ningsih, tahu akan begini jadinya ia tak akan menikahkan Adam dengan Ningsih.
     "ini teh manisnya pak" ucap Ningsih lalu duduk di depan mertuanya
     "makasih Ning. Adam sudah bangun?"
     "belum pak, semalam pulang subuh. mungkin nanti siang baru bangun"
Joko sudibyo mendesah
     "sabar ya Ning" ucap Joko sudibyo sambil menggenggam tangan Ningsih dengan tulus. Joko sudibyo benar-benar menganggap Ningsih sebagai anaknya namun Ningsih justru merasakan desiran aneh di dadanya, sebuah kebahagiaan yang sulit di lukiskan dengan kata-kata. Ningsih mengangguk
     "sekarang kamu mandi dan berdandan, ikut bapak ke kota, bapak mau ambil uang pembayaran bawang. setelah itu kamu bisa beli pakaian dan perhiasan yang kamu suka"
     "tapi pak....."
     "soal Adam jangan kau takutkan. sudah mandi sana"
ahirnya Ningsih menurut. beberapa saat kemudian ia telah siap lalu berdua mereka mengendarai motor ke kota.
awalnya Ningsih berpegangan pada jok motor tapi lama-lama ada hasrat untuk berpegangan pada tubuh mertuanya. Ningsih tahan sekuat tenaga hasrat itu tapi makin di tahan makin besar pula keinginan itu, ahirnya Ningsih menyerah. perlahan Ningsih memegang pinggang mertuanya lalu entah bagaimana caranya tiba-tiba tangan Ningsih sudah melingkar di perut Joko sudibya. perut yang rata karena rajin olah raga. tidak seperti perut Adam,suaminya yang buncit.
saat itu perasaan Ningsih berbunga-bunga.seakan ia sedang berjalan-jalan dengan pangeran pujaan bukan dengan mertuanya. ah separah inikah akibat tak pernah merasakan kasih sayang Adam suaminya. yang Ningsih rasakan memang menikah dengan Adam seperti sebuah penjara. ia tak pernah merasakan kehangatan dan kasih sayang suami, justru yang ia rasakan tekanan batin yang teramat dalam. maka ketika ada lelaki lain yang memberinya kelembutan, ia salah paham. Ningsih tak bisa lagi membedakan mana kelembutan seorang ayah dan mana kelembutan seorang lelaki.
     "kita sudah sampai Ning. kamu tunggu di sini ya. bapak cuma sebentar kok" ucap Joko sudibyo setelah menghentikan motornya di sebuah rumah yang cukup mewah. Ningsih mengangguk. Joko sudibyo masuk ke halaman rumah itu.
     Ningsih mendesah. betapa malunya andai ada orang lain yang tahu kalau diam-diam ia menyukai Joko sudibyo,mertuanya sendiri.
selama hidup setahun dengan mertuanya belum pernah sekalipun mertuanya berkata kasar. pernah tak sengaja Ningsih menyenggol termos hingga termos itu jatuh dan pecah. Adam suaminya yang pertama mengetahui kejadian itu langsung memarahinya dengan kata-kata paling kasar yang pernah  ia dengar dalam hidupnya. seakan termos itu jauh lebih berharga dari istrinya sendiri. padahal Ningsih yakin,termos itu yang beli ayah adam dan esok atau lusa ayahnya pula yang akan membeli lagi karena Adam tak punya uang. untunglah sebelum kemarahan suaminya berubah jadi kekasaran tangan, sang mertua datang dan berkata dengan perkataan yang begitu indah di telinga Ningsih
     "mestinya kau tanya  apa istrimu baik-baik saja, apa ada pecahan beling yang mengenai kakinya, kalau termoskan mau beli sepuluh lagi juga bisa"
saat itu Adam suaminya terdiam. ia kalah wibawa. lalu Adam berlalu entah pergi kemana.
     "kamu ngga apa-apa Ning?" tanya mertuanya lembut. Ningsih mengangguk sambil mencoba tersenyum tapi rupanya anggukan Ningsih tak membuat mertuanya tenang, ia kemudian menunduk dan memeriksa kaki Ningsih yang putih bersih. Ningsih tentu saja risih tapi ia tak menyingkirkan kakinya dari genggaman sang mertua. setelah yakin tak ada luka di situ,Joko sudibyo kembali berdiri.
     "sudah jangan kau pikirkan. itu cuma termos. di toko masih banyak. pabriknyapun masih bikin"
Ningsih tersenyum. kenapa Adam tak bisa mengucapkan kalimat selembut itu?
     "sudah selesai. ayo ke toko"
Ningsih tersentak. mertuanya sudah berdiri di sampingnya.
     "kamu melamun ya?" tanya sang mertua menggoda
     "nggak pak" jawab Ningsih sambil tersipu malu lalu mereka berlalu dengan motor menuju kota. di deretan toko-toko emas Joko sudibyo memarkirkan motornya.
     "mau apa ke sini pak?" tanya Ningsih heran
     "beli emas buat kamu"
     "tidak usah pak. lagi pula nanti juga pasti di jual lagi oleh mas Adam untuk...." Ningsih ingin mengatakan untuk mabok-mabokan tapi tak ia lanjutkan kalimatnya,takut melukai hati sang ayah.
     "nanti bapak yang bilang pada Adam,kalau berani menjual perhiasanmu lagi akan ku usir dia dari rumahku"
ahirnya Ningsih menurut lalu mereka melangkah ke toko emas. seorang pelayan datang menghampiri.
     "tolong pilihkan kalung buatnya" ucap Joko sudibyo pada pelayan. pelayan itu mengangguk.
berbagai model kalung di tunjukan pada Ningsih namun belum juga ada yang Ningsih suka. hingga pada kalung ke sekian yang ia lihat, Ningsih merasa cocok.
     "kaya nya yang ini bagus ya pak?" tanya Ningsih meminta pendapat mertuanya.
     "terserah kamu saja Ning,Bapak ngga tahu soal perhiasan"
     "yang ini harganya berapa mbak?" tanya Ningsih sambil menunjuk kalung yang memikat hatinya. pelayan itu kemudian menimbang sebentar kalung itu
     "tiga juta sembilan puluh delapan ribu" jawab si pelayan yang membuat Ningsih tersentak. dulu kalau ayah ibunya membelikan kalung paling harganya satu juta kebawah. mengetahui harganya empat juta kurang dua ribu Ningsih menggeleng.
     "kenapa Ning?" tanya Joko sudibyo heran
     "harganya mahal pak. nyari yang murah aja"
kini Joko sudibyo yang menggeleng
     "yang itu aja mbak. langsung di pakai aja" ucap Joko sudibyo pada pelayan. Ningsih terbelalak. pelayan itu tersenyum lalu membantu Ningsih memakaikan kalung itu. setelah membayar Joko sudibyo mengajak Ningsih ke toko pakaian.
     "Ning, kamu pilih pakaian mana aja yang kamu suka. paling sedikit tiga stel. nanti Bapak yang bayar tapi jangan tanya bapak model pakaiannya, bapak ngga tahu, bapak tahunya cuma bawang" ucap Joko sudibyo bercanda.
Ningsih dengan di bantu seorang pelayan memilih baju-baju yang ia suka. Joko sudibyo hanya memandangi menantunya yang sedang mencoba sebuah baju. Ningsih gadis yang baik. ia rajin bekerja dan sabar. bodoh sekali anaknya yang menyia-nyiakan Ningsih
     "sudah pak" ucap Ningsih mengagetkan lamunan Joko  sudibyo. setelah membayar mereka keluar dari toko itu.
     "kita mampir ke warung sate bebek ya Ning" ucap Joko sudibyo. Ningsih cuma mengangguk. Joko sudibyo kemudian menjalankan motornya pelan-pelan menuju warung makan sate bebek yang tak jauh dari situ. untunglah rumah makan itu sedang tidak rame pengunjung sehingga Joko sudibyo dan Ningsih bebas memilih tempat duduk.


*saya membuat novel ini dua tahun yang lalu. walau tinggal mengetiknya lagi ke blog namun saya tidak bisa melakukan itu sekaligus karena kesibukan yang padat, apalagi saya hanya mengandalkan warnet untuk mengetik ulang novel ini.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda