Sabtu, 10 Maret 2012

ORANG-ORANG BERJUBAH

     Pesantren Miftahul Huda terletak di sebuah kaki gunung. di kelilingi hamparan sawah berundak-undak yang padinya telah menguning. kala musim kemarau tiba, sawah-sawah itu akan menjadi hamparan pohon tembakau yang menghijau.
     Kiayi Mukti keluar dari sebuah ruangan berjalan menuju rumah mungil tempat ia dan keluarganya tinggal. cuma setengah jam ia mengajarkan ilmu nahwu sorof tapi nafasnya sudah mau putus. mungkin sudah saatnya ia harus istirahat total, menyerahkan pesantren pada putra sulungnya.
     Kiayi Mukti membuka pintu rumahnya tapi sebelum ia masuk sebuah mobil memasuki halaman pesantren. Kiayi Mukti tak mengenali mobil itu. mungkin juga salah satu bekas santrinya yang datang berkunjung. kadang memang ada mantan santri yang berkunjung.
     ketika pemilik mobil keluar yang di ikuti penumpang lainnya jantung Kiayi Mukti serasa mau copot. para pendatang itu mengenakan jubah putih dengan sorban warna putih juga yang di lilitkan di kepkala. panjang jenggot mereka yang sekitar lima centi menambah kesan wibawa. belum perna Kiayi Mukti melihat orang berpenampilan seperti itu kecuali waktu naik haji di mekah. mungkinkah mereka habib-habib dari negeri arab yang berkunjung kesini?
dengan sikap tawadhu, Kiayi Mukti menghampiri tamu-tamu itu.
     "assalamualaikum...."ucap tamu itu dengan kefasehan khas logat arab
     "waalaikum salam...." balas Kiayi Mukti sesopan mungkin.
     "afwan pak kiayi, kami dari kota sengaja datang ke sini untuk silaturohim ke pesantren Antum"
Kiayi Mukti mengangguk-angguk
     "kenalkan, ana habib Abdurrohman. yang ini habib Soleh dan yang ini habib Abdullah'
jantung Kiayi mukti serasa mau copot mendengar pengakuan tamunya kalau mereka adalah para habib. ia ingat wejangan gurunya dulu, kalau habib itu orang-orang pilihan. derajat mereka lebih tinggi dari ulama biasa karena garis keturunan mereka menyambung ke Rosulullah.
     'oh ya sampai lupa. mari masuk ke gubug saya' ucap Kiayi Mukti setelah sadar dari keterkejutannya.
saat ketiga habib itu hendak masuk, salah satu dari mereka  melihat seorang santri wati melintas. mata habib itu terus memandang seakan mencoba menerka lekak lekuk tubuh si gadis yang di balut baju longgar.
     saat menjamu tamu-tamunya, Kiayi Mukti meminta istrinya merapikan ruangan khusus yang memang di sediakan untuk tamu yang berkunjung. Kiayi Mukti ingin menjamu tamu-tamunya dengan jamuan paling istimewa.
     "pak Kiayi, mumpung kami di sini, barangkali ada santri kiayi yang sedang sakit biar kami bantu mengobatinya"
Kiayi Mukti tak menyia-nyiakan kesempatan baik yang di tawarkan para habib itu. ia ingat bahwa do'a yang di panjatkan seorang habib lebih besar kemungkinan di kabulkan Allah dari pada do'a orang biasa sepertinya.
setelah di umumkan pada para santri, terdapat lima santri putri dan tiga santri putra yang berminat untuk di obati. tapi untuk kali ini para habib itu hanya bersedia mengobati para santri putri.
yang pertama mengobati adalah habib Abdurohman. pada kiayi mukti habib Abdurrahman minta di sediakan kamar khusus untuk mengobati santri-santrinya. Kiayi Mukti menyanggupi.
     "siapa namamu?" tanya habib Abdurrahman pada santri pertama yang akan ia obati. di kamar khusus itu hanya ada mereka berdua.
     "Azizah" jawab santri itu sambil menunduk malu. habib Abdurrahman memandang santri itu dengan penuh kekaguman. wajah gadis itu cantik. tubuhnya padat berisi.
     "kamu sakit apa?" tanya habib abdurrahman dengan mata tak lepas dari wajah gadis itu yang jelita.
     "dada saya sering sesak"
     "coba saya periksa"  ucap sang habib. saat tangannya menjulur ke depan, gadis itu beringsut ke belakang
     "tidak apa-apa, tidak usah takut"
terpaksa gadis itu membiarkan tangan sang habib menempel di dadanya. tubuh gadis itu bergetar. ini pertama kalinya ada tangan lelaki menyentuh tubuhnya. ia begitu takut tapi untuk berontak ia tidak berani.
perlahan tangan sang habib beringsut, mencoba menjamah buah dada si gadis tapi baru saja tangan itu menempel di dada, si gadis menjerit lalu bangkit dan berlari keluar sambil menangis.
    keluarnya gadis itu sambil menangis membuat Kiayi Mukti heran. santri putri yang sedang menunggu giliran di obati lebih heran lagi. karena penasaran, mereka menyusul santri yang berlari itu. pengobatan itu ahirnya tak bisa di lanjutkan tanpa sedikitpun menimbulkan kecurigaan di benak Kiayi Mukti.
     malam  itu para habib menginap di pesantren Miftahul huda. walau kiayi mukti telah menjamu ketiga tamunya dengan sebaik yang ia bisa tapi tetap saja ketiga tamunya meminta yang lain seperti minta ayam bakar.terpaksa kiayi mukti memotong dua ekor ayam dan menyuruh santri putra membakar ayam itu sampai matang. ajaran memuliakan para habib dari mendiang gurunya masih terpatri dalam hatinya sehingga ia tak berani membantah apapun yang ketiga tamunya minta.
     Adzan subuh sudah sejak tadi di kumandangkan. santri-santri sudah lama membaca puji-pujian dan solawatan. berkali-kali kiayi mukti menatat pintu tempat ketiga tamunya menginap tapi belum ada tanda-tanda ketiga habib itu akan keluar untuk sholat subuh berjamaah. karena takut waktu subuh akan habis ahirnya mereka sholat subuh tanpa kehadiran ketiga habib itu.
     "waktu sholat subuh tadi kami menunggu para habib tapi tak muncul-muncul" ucap Kiayi Mukti saat menjamu ketiga tamunya sarapan.
ketiga habib itu saling berpandangan. habib Abdurrahman lebih dulul menguasai keadaan.
     "alhamdulillah kiayi, Allah menganugerahi kami karomah sehingga kami bisa sholat subuh di mekah"
Kiayi Mukti mengangguk-angguk. jadi benar cerita gurunya kalau ada beberapa orang soleh yang bisa sholat di mekkah walau jarak mereka dengan mekkah begitu jauh.
     "kiayi, besok kami akan melanjutkan berdakwah ke daerah-daerah lain. kami mohon keikhlasan kiayi untuk bersedekah guna membantu dakwah ini"
     "insyaAllah. berapakah yang kira-kira Habib butuhkan?"
Habib Abdurrahman berpikir sejenak
     "tiga juta kiayi" jawab Habib Abdurrahman

     pagi merangkak siang. dengan jumlah santri yang kurang dari seratus orang, kesibukan di pesantren itu tak begitu kentara.
     "habib-habib itu meminta sangu tiga juta bu" ucap Kiayi Mukti pada istrinya
     "uangnya ada pak?"
Kiayi Mukyi menggeleng lemah.
     "yang kita punya cuma satu juta bu"
     "kemarin saya menanyai santri putri yang di obati itu. kenapa sampai berlari dan menangis" ucap istri kiayi mukti mengalihkan pembicaraan.
     "terus?" tanya Kiayi Mukti ingin tahu.
     "katanya Habib itu memegang buah dadanya. makanya dia lari ketakutan sambil menangis"
Kiayi Mukti mendesah
     "mereka Habib bu. punya garis keturunan dengan Rosulullah. tidak mungkin mereka berbuat maksiat"
sepasang suami istri itu ahirnya sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. mereka baru tersadar ketika ada suara salam dari luar.
seorang lelaki muda dengan rambut cepak berdiri di depan pintu.
     "pak Kiayi, apa kabar?" tanya lelaki muda itu sambil mencium tangan kiayi Mukti takzim.
     "Umar?" tanya Kiayi Mukti ragu
     "betul Kiayi.."
     "alhamdulillah kabar saya baik. sekarang tugas di mana?"
     "masih di Kabupaten ini pak kiayi. cuma baru sempat kesini. maklum..."  ucapan lelaki muda itu terhenti saat matanya menatap seorang lelaki berjubah putih. Umar menatap lekat-lekat wajah orang yang di lihat itu.
     "itu siapa pak kiayi?" tanya Umar sambil matanya tetap memandang sosok berjubah yang tidak sadar dirinya sedang di perhatikan.
     "itu tamu dari kota"
     "apa sebelumnya pak kiayi mengenal orang itu?"
Kiayi Mukti menggeleng
     "saya pamit ke belakang dulu kiayi. tempatnya masih sama kaya dulu kan?"
kiayi mukti menggangguk sambil tersenyum.
     beberapa menit kemudian terlihat beberapa mobil polisi memasuki halaman pesantren membuat beberapa penduduk dan santri bertanya-tanya ada apakah polisi mendatangi pesantren. memang ada beberapa mantan santri yang kemudian menjadi polisi tapi biasanya mereka datang dengan memakai pakain sipil dan tak menggunakan mobil patroli. ketiga habib yang melihat kehadiran polisi buru-buru masuk mobil namun sebelum mobil itu bergerak beberapa polisi telah mengepung mobil itu. mereka kemudian menangkap ketiga habib itu tanpa perlawanan.
     "pak kiayi, mereka itu buronan kami. mereka sering menipu dengan berkedok sebagai habib. bahkan beberapa kali mereka menodai para gadis. ketika kami mendapat informasi buronan kami menuju pesantren ini, komandan menugaskan saya mengeceknya"
tak semua penjelasan Umar masuk ke dalam otak Kiayi Mukti yang lugu itu. ia shock. sosok Habib begitu di agung-agungkan gurunya. ternyata bisa juga ada habib palsu.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda