Jumat, 09 Maret 2012

TELUH

     Bau kemenyan menyebar ke seluruh ruangan. hidung bu Ahmad yang tidak pernah mencium bau seperti itu terasa mau muntah. keris di tangan lelaki yang berpakaian serba hitam itu bergetar ketika di dekatkan ke tubuh bu Ahmad.
     "ini bukan sakit biasa tapi kena guna-guna atau teluh" ucap lelaki itu mantap setelah melakukan pendeteksian dengan kerisnya.
     "ibu punya musuh?" tanyanya kemudian
     "menurut perasaan saya tidak ada" jawab bu Ahmad ragu
     "barangkali ada orang yang ingin menyingkirkan ibu?" tanya lelaki itu lagi
     "suami kakak saya punya istri lagi mbah" ucap Darmi, adik bu ahmad saat melihat kakaknya diam tak menjawab pertanyaan dukun itu.
     "berarti istri muda bapak ingin menyingkirkan ibu dengan cara mengirim teluh ke tubuh ibu" ucap lelaki itu tanpa keraguan sedikitpun.
     "masa si? rasanya nggak mungkin mbah. suami saya pernah mengenalkan saya dengan wanita itu. dia wanita soleha. tidak mungkin melakukan itu"
     "hati orang siapa tahu bu. lagi pula kalau ibu tidak ada tentu dia akan memiliki suami ibu seutuhnya" ucap lelaki itu bak provokator ulung. bu Ahmad termenung. perlahan ia mulai mempercayai omongan lelaki itu.
     "lalu apa yang harus saya lakukan mbah?"
     "ini teluh tingkat tinggi. kalau tidak cepat di tangani, orang yang kena teluh seperti ini hanya dalam beberapa hari pasti mati. yang nanti harus ibu lakukan adalah memotong kambing. dagingnya di bagikan pada masarakat miskin. sedang kepala kambing di tanam di depan rumah. kepala kambing itu berfungsi sebagai penangkal teluh jenis ini"
     "baik mbah, nanti saya akan membeli dan memotang kambing....."
     "ibu tidak perlu membeli kambing sendiri, apalagi memotong dan membagikan daging kambing itu, biar saya saja yang melakukannya" ucap lelaki itu memotong kalimat bu ahmad.
     setelah merasa tak ada lagi yang perlu di bicarakan, bu Ahmad memohon diri, tak lupa dia membayar jasa pengobatan dan menitipkan uang untuk membeli kambing. lelaki berpakaian serba hitam itu menerima uang itu dengan sumringah dan melepas tamunya dengan di dahului pesan agar minggu besok datang lagi.

     "Jo, kesini"
seorang remaja tanggung datang menghampiri lelaki berpakaian serba hitam itu. tugasnya serabutan, kadang menyebar brosur iklan pengobatan majikannya, kadang membersihkan taman dan lain-lain.
     "besok kamu beli kepala kambing di tempat pemotongan hewan"
Bejo mengangguk. salah satu pekerjaan rutinnya selain menyebar brosur adalah membeli kepala kambing. di terimanya uang lima puluhan ribu itu dari majikannya.
     "ingat kembaliannya nanti berikan lagi padaku"
Bejo kembali mengangguk. lelaki berpakain serba hitam itu tersenyum. pasien-pasiennya pasti tak tahu kalau dia tidak pernah membeli kambing, apalagi memotong dan membagikan dagingnya ke fakir miskin. cukup ia beli kepala kambing lalu menyerahkan pada pasien kepala kambing itu untuk di tanam.
   
     Setelah bolak-balik ke rumah lelaki berpakaian serba hitam itu namun penyakitnya belum sembuh juga, bu Ahmad mencari pengobatan alternatif ke tempat lain. kali ini lelaki setengah baya yang memakai baju muslim dan menyematkan gelar ustadz di depan namanya. namun di tempat prakteknya lelaki itu tak bosan-bosannya menatap bu Ahmad yang memang masih terlihat cantik di usia hampir empat puluh tahun.
     "dari getaran yang saya rasakan, penyakit yang ibu derita ini akibat kiriman orang. ini teluh atau santet" ucap lelaki itu setelah lama terdiam dan hanya mulutnya yang komat-kamit entah membaca apa
     'kata orang pinter yang pernah saya datangi, ini teluh kiriman istri muda suami saya"
     "saya juga berpendapat sama bu, dari terawangan saya yang mengirim teluh ini seorang wanita muda dan wanita ini pastilah istri muda suami ibu".
sementara Darmi, adik bu Ahmad yang senantiasa menemani kakaknya berobat hanya boleh menunggu di ruang tamu.
     "tolong pak ustadz, biar saya sembuh" pinta bu Ahmad dengan penuh harap
     "teluh yang menimpa ibu dari jenis tingkat tinggi dan karena sudah lama ibu harus di mandikan dengan air do'a. ibu bersedia?"
bu Ahmad termenung sebentar tapi mengingat betapa ia ingin sembuh dari penyakitnya ini iapun mengangguk.
     "baik, kalau begitu mari ikut saya"
bu Ahmad mengikuti langkah lelaki setengah baya itu. di kamar mandi yang cukup luas mereka berhenti. di situ telah tersedia tempat duduk yang sepertinya telah di siapkan untuk duduk pasien yang akan di mandikan.
     "silahkan duduk di situ bu"
bu Ahmad mengangguk lalu duduk di kursi yang telah di lihatnya saat pertama ia masuk.
     "silahkan di buka bajunya bu" ucap lelaki itu lagi setelah menutup pintu kamar mandi. bu Ahmad tampak ragu.
     "ayo bu tidak usah malu-malu"
dengan berat hati dan perasaan malu bu Ahmad melepas bajunya. lelaki itu melihat pemandangan di depannya dengan tak berkedip
     "yang di bawah juga bu" ucap lelaki itu gemetar menahan nafsu. dan bu Ahmadpun melepas rok panjangnya.

     Sementara di tempat lain, di sepertiga malam yang terahir, setelah menyelesaikan tahajudnya Annisa dengan khusu berdoa: "ya Allah berilah Aku, mas Ahmad dan istri tuanya kesehatan dan hidayah Mu. beri kami kemampuan agar bisa mewujudkan keluarga poligami yang sesuai syar'i, keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. amiin"

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda