Minggu, 04 Maret 2012

KIAYI SOLEH

     Aku lahir dan besar di Jakarta namun lulus smu ayah di tugaskan di daerah. itu memang keinginannya. apalagi tempat tugasnya di daerah sendiri, di kabupaten yang tak jauh dari kampung halamannya.
sejak kecil aku rajin ngaji. waktu smp dan smu aktif di rohis dan kajian-kajian keislaman hingga tak mengherankan kalau pengetahuan agamaku paling banyak di antara anggota keluargaku yang lain. tapi di sini, di desa kelahiran ayah aku seperti orang yang baru belajar agama. pelajaran, doktrin dan kajian keislaman di sana tidak berlaku sama sekali di sini. ini terutama jika berhubungan dengan kiaya soleh, seorang lelaki yang selalu memakai sarung dan kopiah hitam di kepalanya.
     pernah suatu ketika aku melihat kiayi Soleh yang berjalan melewati anak-anak muda yang sedang mabuk-mabukan. kiayi soleh menyapa mereka lalu duduk sebentar dengan mereka. saat duduk itu ku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kiayi soleh menuangkan minuman keras ke dalam gelas lalu meminumnya. saat ku ceritakan ini pada kenalanku yang pengurus masjid dan beberapa teman baruku yang lulusan pesantren, sedikitpun mereka tak terkejut atau berusaha membantah kalau yang ku lihat itu bukan kiayi soleh.
     "kok kalian cuma senyum-senyum? bukankah meminum minuman keras itu dosa besar? tapi kenapa kiayi soleh melakukannya?" tanyaku dengan heran.
     "kiayi Soleh itu waliyulloh. saat minuman keras di masukan ke mulutnya sebenarnya minuman itu tidak masuk ke mulutnya?" jawab pengurus masjid itu mantap
     "lho terus minuman keras itu lari kemana?" tanyaku makin heran
     "ke laut"
aku hampir saja tertawa terbahak-bahak kalau saja teman baruku itu mengucapkannya dengan sedikit  senyum tapi karena jawaban itu di ucapkan dengan begitu serius, aku makin mengernyitkan kening.
     "dulu ada orang yang penasaran seperti kamu. dia nanya langsung pada kiayi Soleh. lalu orang ini di suruh melihat mulut kiayi Soleh. setelah kiayi Soleh membuka mulutnya,orang itu melihat lautan di dalam mulut kiayi soleh"
seperti orang yang di vonis mati oleh hakim, aku terdiam.
     "kalaupun tidak, dengan izin Allah air keras itu sebelum menyentuh mulut kiayi Soleh akan berubah jadi air biasa, bukan minuman keras lagi"  kali ini teman baruku yang lulusan pesantren yang menjawab.
    
     Suatu hari saat orang-orang sedang sholat jum'at, ibu lewat di depan rumah kiayi Soleh dan ibu sungguh kaget waktu melihat kiayi Soleh ada di rumah sedang duduk sambil merokok menghadap keluar. malah ibu bilang sempat menganggukan kepala ketika mata mereka beradu pandang.
kali ini cerita itu ku ceritakan pada imam masjid. sikapnya yang demokratis saat mengajari kami agama tiap malam jum'at membuat aku memilih dia sebagai tempat bertanyaku kali ini.
     "bukan cuma ibu kamu. istri saya juga sering melihat kiayi Soleh ada di rumahnya saat kita sholat jum'at" jawab imam masjid itu tenang. sukurlah ahirnya ku temukan juga orang yang bisa berfikir kritis.
     "tapi itulah kiayi Soleh. dia bukan manusia biasa seperti kita..."
yah ternyata imam masjid ini sama saja dengan masarakat lainnya yang begitu mengultuskan kiayi Soleh.
     "maksudnya dia boleh meninggalkan sholat jum'at gitu pak?" tanyaku jengkel
     "ya bukan begitu. tapi bisa saja dia sholat jum'at di mekkah"
     "terus kesananya pake apa pak?" tanyaku yang seperti makin bodoh saja di hadapannya. imam masjid itu tersenyum. sepertinya aku anak  kecil yang sedang bertanya yang aneh-aneh
     "ya namanya waliyullah. merekakan punya karomah. jarak dan waktu bagi mereka bukan masalah"

     Puncak ketidaktahuanku adalah saat sholat maghrib. beberapa tahun tinggal di desa kelahiran ayah jarang sekali aku melihat kiayi Soleh sholat berjamaah di masjid. malas aku menanyakan ini pada teman-temanku. paling mereka akan bilang kiayi Soleh sholat berjamaah di mekah. saat itu tidak seperti biasanya, kiayi Soleh datang ke masjid saat iqomah baru di kumandangkan. beliau pun di daulat sebagai imam.
aku yang masih terlalu bodoh soal agama atau kiayi Soleh yang memiliki ilmu agama di atas rata-rata manusia biasa hingga bacaan al qur'annya tidak sesuai dengan kaidah tajwid. bacaan yang seharusnya di baca ikhfa tapi di baca idhar. yang mestinya di baca idhar malah beliau baca idghom. dan aku makin tidak mengerti lagi, mungkin aku yang masih terlalu bodoh dalam agama atau kiayi Soleh yang telah memiliki ilmu agama di atas rata-rata manusia biasa hingga setelah sholat beliau berkata kepada jamaah; "untuk membersihkan hati kita, menyehatkan fisik kita dan menghindarkan kita dari musibah dan bencana mari kita baca sholawat nabi tiga kali sambil menahan nafas"
semua jamaah mengikuti ucapan kiayi Soleh tanpa ragu sedikitpun, kecuali aku yang masih saja belum bisa memahami apa yang sedang ku hadapi ini

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda