Rabu, 06 Juni 2012

SUSUK KECANTIKAN

     Wanita di depanku menangis sesunggukan. sedang aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. menasehatinya? apa itu pantas? umurnya tiga tahun lebih tua dariku dan ia istri pamanku. belakangan ini rumah tangga mereka memang sedang di landa masalah. paman jarang pulang alasannya banyak pekerjaan yang harus di kerjakan di luar kota tapi bibi mencurigai paman mulai berpindah ke lain hati.
     "menurutmu apa yang harus aku lakukan?" tanya bibi saat tangisnya mulai mereda.
aku menarik nafas dalam-dalam. sungguh tidak mudah tegar di saat kita sedang di landa kesusahan dan kesedihan. aku merasa tidak pantas memberinya kalimat-kalimat indah sementara aku sendiri belum tentu mampu bersabar jika menghadapi masalah seperti apa yang sekarang ia hadapi.
    "kenapa tidak bertanya pada mereka yang sudah dewasa saja mbak. mereka mungkin pernah menghadapi masalah seperti yang sedang mbak hadapi". jawabku ahirnya. wanita di depanku ini memang maunya di panggil mbak bukan bibi. kalau bibi katanya kesannya terlalu tua.
mendengar jawabanku bibi mencoba tersenyum walau terasa hambar.
     "masalahnya aku tidak yakin apa mereka yang ku mintai nasehat bisa menyimpan rahasia atau tidak. jangan-jangan bukannya nasehat baik yang ku dapat tapi malah menjadi gosip yang menyebar kemana-mana"
     "kalau begitu saya cuma bisa mengatakan bersabar saja mbak dan berdo'a agar Allah membukakan hati paman" jawabku kemudian. namun sepertinya bibi tak memperhatikan jawabanku. ia seperti sedang asik dengan lamunannya sendiri.
    "bagaimana kalau aku pasang susuk kecantikan?"
aku tersentak. ku pandangi wanita di depanku lekat-lekat mencari tanda bahwa yang di ucapkannya tadi hanyalah canda. sebab yang ku tahu selama ini bibi begitu anti dengan perdukunan. bahkan saking takutnya terjerumus ke lembah sirik bibi tak mau mendatangi orang pinter walau orang pinter itu memakai jubah dan sorban mirip para wali. setelah lama mengamati tak ku temukan tanda yang di katakannya tadi gurauan semata.
     "mbak bercandakan?" tanyaku yang masih ragu dengan apa yang ku dengar
     "bagiku keluarga adalah segalanya terutama anak-anak.aku tidak mau mereka bersedih karena ayah ibunya berpisah...."
     "jangan berpikir terlalu jauh mbak." potongku segera tapi wanita di depanku malah menggeleng kuat-kuat.
     "kehancuran rumah tangga kami sudah di ambang mata. jika aku tak melakukan sesuatu maka perpisahan itu sudah pasti terjadi"
aku terdiam tak berani membantah lagi.
     "mungkin ini kesalahanku juga yang selama ini kurang merawat badan hingga pamanmu bosan dan melirik wanita lain. tapi karena masalahnya sudah parah kurasa hanya dengan merawat badan tidak akan menyelesaikan masalah kecuali kalau aku memasang susuk kecantikan. ini semata-mata demi rumah tangga kami"
ucapan bibi begitu mantap hingga aku tak memiliki keberanian untuk membantah atau mencegah niatnya memasang susuk kecantikan. apalagi bibi berdalih ini untuk menyelamatkan rumah tangganya.
                                                                  ****
     "apa paman masih sering keluar kota mbak?" tanyaku ketika bibi mengajakku bicara. setelah obrolanku yang terahir dengan bibi aku memang keluar kota.kebetulan aku di terima bekerja di perusahaan yang cukup bonafid. dan sejak di luar kota itu aku tak lagi mendengar kabar hubungan bibi dan paman.baru hari inilah aku sempat pulang.
bibi tak segera menjawab pertanyaanku. ku lihat bibi sedang berusaha untuk tak menangis. kasihan sekali wanita di depanku ini. baru dua minggu aku tak melihatnya tapi ia sudah terlihat tua di banding dua minggu yang lalu.memang wajah itu kini nyata terlihat memakai make up tapi karena tak ada keceriaan di wajah itu make up yang menempel justru malah membuat 'seram'.
     "menurutmu apa sekarang wajahku terlihat cantik?"
aku tersentak. tak ku sangka bibi mengajukan pertanyaan seperti itu di saat ia sedang menghadapi masalah yang pelik. terpaksa aku tersenyum dan mengangguk. bukankah sebagian wanita lebih menyukai kebohongan yang membahagiakan dari pada kejujuran yang menyakitkan.
     "aku tahu kamu bohong. setelah obrolan terahir kita aku mendatangi dukun yang katanya bisa memasang susuk kecantikan. akupun memasang susuk kecantikan padanya.ini semata ku lakukan untuk menyelamatkan rumah tanggaku. namun hari-hari setelah pemasangan susuk itu sikap pamanmu tak berubah. tetap cuek dan acuh dan tetap sering keluar kota.. aku jadi ragu jangan-jangan susuk yang ku pasang tak berfungsi atau sebenarnya dukun itu tak memasukan susuk di wajahku karena sebenarnya ia memang tak bisa memasang susuk akupun bertanya pada beberapa teman yang ku percaya apa wajahku makin terlihat cantik'. kata mereka wajahku biasa-biasa saja tak ada perubahan apa-apa"
     wanita di depanku terdiam lalu menghela nafas dalam-dalam. aku menunggu dengan sabar apa yang akan ia ceritakan selanjutnya.
    "mengetahui susuk di wajahku tak berpungsi aku tak putus asa. akupun mencari dukun-dukun susuk yang lain. tak terasa ada sudah sepuluh dukun susuk yang ku datangi. ada yang memasang susuk di dahi. di wajah. di bibir. di dagu dan lain-lain"
     "hasilnya bagaimana mbak?" tanyaku tak sabar ketika wanita itu terdiam lagi. kali ini agak lama dari yang pertama.
     "tak ada perubahan apapun" jawab wanita itu lirih. dalam hati aku membenarkan jawaban wanita ini. susuk yang katanya memiliki aura untuk mempengaruhi pandangan orang lain ternyata tak membuat aku atau mungkin juga paman merasa ada perubahan yang mencolok seperti wajah yang bersinar dan terlihat makin cantik suara yang terdengar merdu atau tatapan mata yang penuh pesona pada diri wanita di depanku.
     "celakanya ternyata aku telah menghabiskan uang yang mestinya untuk biaya masuk smu si sulung. uang itu habis ku gunakan untuk mendatangi dukun-dukun susuk itu. mengetahui ini pamanmu marah besar. menganggap aku tak memikirkan pendidikan anak dan tak bisa di percaya memegang uang. dengan kejadian ini pamanku kini terang-terangan meminta bercerai" ucap bibi yang kemudian di ikuti tangisan yang memilukan dan aku kembali tak bisa memberi nasehat apa-apa.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda